3. Anjing,
sejak kecil kita sudah diajarkan bahwa anjing itu najis, dan jika menyentuhnya, sengaja atau tidak, maka wajib mencucinya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah.
Terlepas dari cara bersuci yang tujuh kali tadi, perihal mengkonsumsi daging anjing, ternyata ada sebagian ulama yang memandang bahwa hukumnya adalah makruh, tidak haram.
Namun sekali lagi ini adalah pendapat sebagian kecil ulama, karena mayoritas ulama atau jumhur mengharamkan daging kambing untuk dikonsumsi. Dan yang memakruhkan adalah sebagian ulama dari kalangan madzhab Maliki, karena mereka berpendapat bahwa di dalam ayat Al-Quran yangdisebutkan hanya babi, tidak ada anjing.
حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلۡمُنۡخَنِقَةُ وَٱلۡمَوۡقُوذَةُ وَٱلۡمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيۡتُمۡ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ وَأَن تَسۡتَقۡسِمُواْ بِٱلۡأَزۡلَٰمِۚ ذَٰلِكُمۡ فِسۡقٌۗ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dangan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.”13
4. Ular,
selain anjing, dalam madzhab Maliki juga menganggap halal daging ular, baik yang berbisa atau pun tidak.
Akan tetapi untuk mengkonsumsi daging ular beracun harus dipastikan terlebih dahulu bahwa kandungan racunnya sudah tidak ada lagi.
Berbeda dengan jumhur ulama dari tiga madzhab lainnya yang menganggap haram hukumnya mengkonsumsi daging ular.
قلت : فهل كان يوسع في أكل الحيات والعقارب؟ قال : لم يكن يرى بأكل الحيات بأسا
“Aku (Sahnun) bertanya : Apakah (Malik) meluaskan (pendapat) mengenai hukum memakan ular dan kalajengking? (Ibn al-Qasim) menjawab : (Malik) tidak berpendapat bahwa itu sebuah masalah.”14