“Pilihan kami sebenarnya bisa saja dilakukan secara bersamaan pileg, pilpres, dan pilkada serentak 2024,” ujarnya.
“Tapi dengan catatan harus ditaktisi dengan menambah jumlah penyelenggara di level bawah. Pilihan lainnya, pilkada dimajukan di tahun 2022 atau 2023,” Azhar menambahkan.
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sudah membahas peluang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2022.
Bahkan, draf usulan revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2019 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan atau wali kota tengah dibahas di Senayan.
Jika dewan setuju, maka pilkada serentak yang seharusnya digelar pada 2023 dimajukan setahun.
Sanusi Ramadhan: Berisiko Berat
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Indonesia Sulawesi Selatan (DPW Perindo Sulsel), Sanusi Ramadhan menilai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Preseden (Pilpres) 2024 berisiko berat.
Karena itu ia mengingatkan Pileg dan Pilpres yang digelar serentak 2019 lalu membebani penyelenggara pemilu tidak sedikit yang tumbang akibat kelelahan.
Bahkan, meninggal dunia.
Pilkada serentak digelar dengan Pileg dan Pilpres 2024 dinilai akan menciptakan beban teknis pemilihan berlebih bagi penyelenggara pemilu.
“Mengulang pileg dan pilpres bersamaan apalagi dengan pilkada terlalu berat risikonya,” kata Sanusi, Rabu (20/1/2021) lalu.
Pada Pileg dan Pilpres 2019 lalu, petugas pemilu yang meninggal tercatat 894 orang. Sedang petugas mengalami sakit sebanyak 5.175 orang.
Sanusi menilai, pemilihan gubernur (Pilgub) dan Pilkada serentak kabupaten/kota mesti dipisahkan dengan Pileg, Pilpres 2024 agar tidak membenani penyelenggara.
“Jikapun bersamaan, maka sistem Pileg kembali ke sistem proporsional tertutup atau memilih partai,” katanya.
“Punjika masih menggunakan sistem proporsional terbuka, maka sebaiknya dipisahkan Pilpres dan Pileg,” ujarnya menambahkan.(*)