Tribun Makassar

Unjuk Rasa dan Live Musik, Berikut Pernyataan Sikap FPR Sulsel

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana unjuk rasa dengan live musik di samping Pos Lantas Urip Sumoharjo, Makassar, Sabtu (31/10/2020) sore.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Puluhan mahasiswa menggelar unjuk rasa dengan live musik di samping Pos Lantas atau di bawah jembatan fly over Makassar, Sabtu (31/10/2020) sore.

Mereka berasal dari Aliansi Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan (Sulsel).

Massa aksi membentangkan spanduk di atas fly over yang bertuliskan 'Bebaskan Ijul dan Salah Tangkap Lainnya Sekarang Juga, Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja'.

Jendral Lapangan (Jendlap) FPR Sulsel, Andri mengatakan program hari ini mengampanyekan isu yang sedang dialami oleh rekannya dan isu penolakan Omnibus Law.

"Kenapa kita kampanyekan isu ini karena kita melihat di media sosial dan evaluasi yang kita lakukan belum terlalu naik isunya khususnya di Makassar," katanya.

"Maksud kampanye live musik ini karena kami mengevaluasi dan kurangnya perhatian dengan isu. Sehingga kita mencoba varian baru dengan live musik dan pembentangan spanduk raksasa," ujarnya.

"Harapan kami agar kawan Ijul dkk agar dibebaskan di Polda Sulsel serta Cabut Omnibus Law," pungkasnya.

Berikut Pernyataan Sikap FPR Sulsel:

Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja, Bebaskan jul serta Korban Salah Tangkap Lainnya !!!.

Penolakan terhadap UU Cipta Kerja terjadi diberbagai tempat tidak terkecuali di Makassar, Sulawesi Selatan salah satu aksi terjadi pada tanggal 22 Oktober 2020 di depan Universitas Negeri Makassar (UNM), yang kemudian berujung ricuh hingga represifitas yang dilakukan aparat tidak bisa dihindarkan. Massa aksi kemudian masuk ke dalam kampus setelah aparat kepolisian melakukan penyerbuan hingga masuk kampus. Pada saat kejadian tersebut, kawan Supianto (ljul) sedang berada di dalam kampus dan tidak sedang menjadi bagian dari massa aksi Aparat kepolisian kemudian menangkap puluhan massa aksi.

Penangkapan kawan Ijul terjadi pada hari Jumat 23 Oktober di kantor LBH Makassar dengan tuduhan melakukan pengerusakan berupa pembakaran mobil ambulance. Sebelumnya pihak kepolisian mendatangi kantor FMN Makassar dan akan membawa kawan ljul, tetapi mendapat perlawanan dari anggota FMN Makassar Selain itu surat perintah juga tidak dapat ditunjukan oleh pihak kepolisian.

Penangkapan kawan ljul juga merupakan kriminalisasi tuduhan dan tudingan aparat kepolisian hanya didasarkan dengan pengakuan salah satu peserta aksi yang juga tertangkap, yang tidak dikenali bahkan patut diragukan kebenarannya.

Saat ditangkap, kawan ljul sempat dibawa ke kantor FMN untuk mengambil kaos hitam, celana dan sepatu serta dipaksa untuk membawa dan mengakui itu kepunyaan kawan Ijul. Pada saat itu kantor FMN sedang kosong, karena sedang melakukan aksi di depan Polrestabes Makassar.

Sampai saat ini, ljul serta 12 lainnya dinyatakan sebagai tersangka namun dicari tahu kronologisnya ditemukan fakta bahwa mereka tidak terlibat dalam aksi apa lagi dalam pembakaran mobil nama yang mampu kami akses dan Ambulance.

Hal tersebut menunjukan kesewenang-wenangan aparat dalam menangani sebuah perkara. Sekaligus mencerminkan sikap anti demokrasi yang ditunjukan pemerintah dalam menghadapi gerakan rakyat yang menuntut hak demokratisnya.

Halaman
12

Berita Terkini