TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI mengumumkan pemeringkatan Perguruan Tinggi 2020.
Tahun ini Kemendikbud melakukan pemeringkatan dengan sistem klasterisasi berdasarkan capaian kualitas PT yang terdokumentasi di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti).
Terdapat lima klaster yang dirumuskan berdasarkan poin yang dicapai masing-masing PT baik negeri maupun swasta.
Pada klaster I hanya 15 PT yang masuk lantaran mencapai poin-poin indikator yang ditetapkan, sementara di klaster II 34 PT dan klaster III sebanyak 97 PT.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah IX Sulawesi dan Gorontalo, hanya empat PTS asal Makassar yang masuk dalam klaster III.
Ketiga PTS tersebut yakni Universitas Muslim Indonesia (UMI) di peringkat pertama atau peringkat 64 secara nasional.
Di posisi kedua Universitas Bosowa (Unibos) atau peringkat 82 secara nasional.
Kemudian disusul STIE Nobel di posisi ketiga dan Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus di posisi keempat.
Wakil Rektor I UMI, Dr Hanafi Ashad, S.T, mengatakan bahwa yang dicapai UMI saat ini merupakan buah dari kerjasama secara kolektif yang baik dari semua tingkatan civitas akademika UMI.
“Klasterisasi perguruan tinggi 2020 oleh Kemdikbud, UMI berada di peringkat ke 64. Ini yang perlu diapresiasi oleh civitas akademika UMI dan tentu ini adalah kerja keras dari semua pihak mulai dari tingkat prodi hingga universitas,” ucapnya, Kamis (20/8/2020).
Wakil Rektor Bidang Akademik UMI menyebutkan, klasterisasi perguruan tinggi tahun ini oleh Kemendikbud, terbilang lebih berat.
Itu terlihat dari jumlah PT yang masuk dalam klaster 3 dimana hanya berjumlah 97 PT. sedangkan tahun sebelumnya sebanyak kurang lebih 400 kampus.
“Ini memang sudah lama kita cita-citakan bagaimana UMI ini masuk dalam 100 besar. Sepertinya untuk tahun 2020 ini sistem klasterisasi yang dilakukan oleh Kemendikbud ini cukup ketat, sebagai contoh kalau tahun lalu di klaster 3 ada 400an perguruan tinggi sekarang tinggal 97, artinya ada lebih dari 300 yang terdepak ke klaster bawah lagi,” paparnya.
“Jadi sekarang ini tidak mengenal lagi pemeringkatan tapi adalah klasterisasi. Ini tidak lain adalah Kemendikbud melakukan pemetaan seperti apa layanan perguruan tinggi se-Indonesia. Yah kita tentu saja terus berupaya memperbaiki posisi dalam klasterisasi kita dan kita sudah bisa melihat bahwa kekurangan kita ada pada dua indicator terakhir yakni indicator output dan outcome,” sambung Dr Ashad.
Diketahui penentuan urutan dalam klasterisasi perguruan tinggi se-Indonesia itu ditentukan oleh empat indikator.