Padahal faktanya, lorong itu hanyalah jalan alternatif, sedangkan jalan utama berukuran sekitar satu meter.
Kepala Kelurahan Bangunsari, Dwi Cahyanto, mengatakan dalam postingan tersebut tidak seluruhnya benar.
Lorong sempit tersebut bukanlah satu-satunya akses ke rumah Mbah Sri.
"Lorong sempit itu bukan jalan utama, itu jalan alternatif, trabasan. Dan memang nggak lazim bila dipakai buat jalan. Lorong itu benar ada, tetapi jalan utamanya juga ada. Masih ada jalan, lebarnya sekitar satu meter," kata Dwi saat ditemui di lokasi, Senin (16/10/2017) siang.
Dwi menuturkan, sejak ramai diberitakan di media sosial, sejumlah petugas dinas sosial mendatangi Mbah Sri dan menawarinya untuk pindah ke panti jompo. Namun, Mbah Sri menolak.
Sementara itu, kepala RT 1 menuturkan selama ini, warga sekitar rumah Mbah Sri sudah memberikan bantuan.
Dikatakan, sejak Juli 2011 warga bergotong royong membantu Mbah Sri.
Sebulan sekali, warga secara suka rela menyumbangkan bantuan yang disimpan dalam kas.
"Sebulan sekitar 300 ribu, sesuai kebutuhan. Nanti dibelanjakan kebutuhannya sehari-hari, ada yang merawat namanya Jumiyati yang membelanjakan," katanya.
Ia menuturkan, Mbah Sri belum pernah menikah. Sebelumnya tinggal bersama lima orang saudaranya bersama orangtuanya di rumah berukuran sekitar 10x8 meter.
Namun, rumah itu akhirnya dijual oleh orangtuanya.
"Dulu keluarganya ada, tinggal satu rumah berukuran sekitar 10x8 meter, tapi akhirnya dijual. Mbah Sri ditinggali dapur ukurannya sekitar 2x4 meter, yang sekarang ditempati itu. Saudaranya tinggal satu, tetap tidak jelas keberadaannya," katanya.
Sementara itu, ketika ditemui Mbah Sri mengaku enggan pindah dari rumahnya meski ditawari tinggal di panti jompo. "Mboten, kulo teng mriki mawon. (Enggak, saya tinggal di sini saja)," kata Mbah Sri.
Karena faktor usia, Mbah Sri sudah tampak lemah. Kedua matanya juga sudah tidak dapat melihat.
Sudah sekitar dua puluh tahun, Mbah Sri tinggal di rumah kecilnya.