TRIBUN-TIMUR.COM - Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, masih terus bergulir.
Kasus tersebut baru terungkap ditahun 2020. Padahal kejadiannya berlangsung pada 2017 lalu.
Dua orang polisi aktif Ronny Bugis dan Rahmat Kadir menjadi eksekutor penyiraman air keras terhadap Novel.
Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya dituntut satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Jakarta Utara.
• PROMO Burger King Cheeseburger Hanya Rp 10 Ribu, Harga Normal Rp 35 Ribu Pesan Lewat Aplikasi
• Tinggalkan Man City Akhir Musim, Guardiola Janji Beri Perpisahan yang Layak Bagi David Silva
Mulanya Novel Baswedan mengatakan saat tahu kedua terdakwa penyiraman Air Keras dituntut hanya satu tahun penjara, dirinya merasa sangat kaget.
"Kaget kenapa sedemikian keterlaluan, walaupun demikian memang sejak awal pada proses penuntutan ini berjalan saya tidak terlalu menaruh harapan," ucap Novel Baswedan, dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Najwa Shihab, pada Kamis (18/6/2020).
Novel Baswedan menjelaskan sejak awal penanganan kasus penyiraman Air Keras, terdapat begitu banyak kejanggalan.
Di persidangan, Novel Baswedan menyebut saksi kunci tak dihadirkan.
Tak cuma itu beberapa barang bukti bahkan diubah dan tak ditampilkan.
"Karena proses sebelumnya banyak kejanggalan, dan tidak wajar," kata Novel Baswedan.
"Seperti diantaranya adalah, saksi kunci yang seharusnya perlu didengar keterangannya tidak dihadirkan,"
"Beberapa bukti ada yang tidak ada bahkan berubah," imbuhnya.
Saat Novel Baswedan bertanya soal kaitan kedua terdakawa dengan barang bukti yang ada, para penyindik bahkan tak bisa menjawab.
Tak cuma penyidik hal serupa juga terjadi saat Novel Baswedan bertanya kepada jaksa.