TRIBUNPALOPO.COM, WARA - Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kota Palopo, Abbas Langaji menaruh empati terhadap peristiwa bunuh diri yang baru saja terjadi di Kota Palopo.
Abbas Langaji mengatakan, seiringkali dinamika kehidupan yang semakin kompleks-heterogen, kemudian peroblematika manusia di berbagai lapiran usia juga semakin eskalatif, maka fenomena bunuh diri (suicide) cenderung meningkat.
Untuk tingkatan usia 15-30 tahun, fenomena bunuh diri menduduki faktor kematian terbesar kedua setelah kecelakaan lalu lintas.
"Data WHO tahun 2019 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara terbanyak ke-158 dari jumlah korban bunuh diri setiap tahun; dari jumlah lebih dari 800.000 orang bunuh diri setiap tahun d dunia, di Indonesia diperkirakan setiap 40 menit ada yang menjadi korban bunuh diri," terangnya.
Dosen IAIN Palopo ini menjelaskan, ada banyak dan beragam faktor penyebab bunuh diri itu, namun yang paling jamak bagi usia 15-30 tahun adalah faktor asmara.
Beberapa di antaranya bunuh diri, baik yang dilakkukan sendiri-sendiri, maupun yang bersama-sama laki-laki dan perempuan.
"Depresi, yang diprediksi oleh WHO sebagai penyebab kematian kedua terbanyak setelah penyakit jantung, menjadi penyebab umum seseorang bunuh diri. Selain depresi, juga trauma dan perundungan (bullying)," jelasnya.
Mantan Direktur Pascasarjana IAIN Palopo ini beranggapan, kompleksitas masalah yang semakin rumit, menyebabkan seseorang, terutama di usia-usia labil, diperhadapkan dengan keharusan membuat keputusan penting dalam pendidikan maupun pertemanan.
Situasi demikian seseorang menghadapi tantangan untuk membangun identitas diri, kemandirian, tanggung jawab, dan hubungan yang intim dengan lawan jenisnya.
Pada saat yang sama remaja mulai menghadapi ekspektasi yang tinggi dari keluarga dan lingkungannya. Hal tersebut kemudian menyebabkan tekanan psikologis, menjadikannya stress, merasa bersalah dan tidak berdaya, hingga kehilangan kendali.
"Dalam kondisi seperti inilah, seseorang biasa lagsung pada kesimpulan bahwa bunuh diri merupakan langkah cepat dan tepat menghindarkan diri dari kompleksitas kehidupan tersebut," imbuhnya.
Lanjut Abbas, beberapa fakta menunjukkan bahwa fenomena bunuh diri terjadi berkaitan dengan pemahaman yang tidak tepat tentang mekanisme mengatasi kompleksitas masalah kehidupan.
Perilaku bunuh diri ini juga disebabkan oleh perilaku copying yang diterapkan secara keliru dari peristiwa sebelum dan di sekitarnya, termasuk melalui media sosial, sehingga dianggap bunuh diri sebagai cara yang cepat mengakhiri berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi,
"Hemat saya diperlukan suatu kajian komprehensif yang bisa menghasilkan semacam modul yang dipergunakan sebagai intervensi menekan kasus bunuh diri pada usia produktif," bebernya.
Modul pencegahan perilaku bunuh diri ini harus berbasis ajaran agama dan berbasis budaya masyarakat lokal.