Oleh: Ridwan Amiruddin
Ketum Persakmi Indonesia, Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Sulsel dan Guru Besar FKM Universitas Hasanuddin
SEEKOR keledai memiliki kemampuan mengenal suara tuannya dengan baik. mengerti suara dan perintah melangkah maju atau berhenti.
Begitu juga keledai mengerti jalan pulang ke kandangnya meskipun itu gelap malam. Keledai mengetahui jalan yang harus dilaluinya.
Jadi kalau ada yang berkata dia lebih bodoh dari seekor keledai. Paling tidak seseorang tidak paham aturan tuannya.
Tidak mengerti rambu rambu yang harus dilewati, dan sungguh dia seorang pandir. Istilah kekiniannya si dungu dalam kedunguan.
• Saat Lebaran Pasien Covid-19 Tambah 32 di Sulsel, 30 Orang dari Makassar
Bagi kultur Bugis Makassar, istilah dungu/tolo itu sangat menyakitkan. Itu menyerang tingkat kebanggaan harga diri seseorang.
Hingga rela bertempur demi harga diri untuk tidak disebut si pandir.
Meskipun demikian di masyarakat awam sangat sering kita dengarkan istilah si A itu dungu atau si B, itu tolol. Bahwa benar si A atau B itu memang dungu.
Biasanya kata itu disematkan pada seseorang yang sering berperilaku menyimpang dari aturan atau norma umum atau tingkat pemahaman yang terbatas.
Kelompok ini masuk kategori dengan informasi terbatas dan tidak peduli.
Contoh dalam situasi Pandemi Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang Work From Home.
Kerja dari rumah dilengkapi dengan protokol kesehatan WHO tentang pentingnya bermasker bila keluar rumah, sering mencuci tangan, jaga jarak dengan yang lain, dan etika batuk atau bersin.
• Remote Control Covid-19 Kini di Tangan Masyarakat, Ini Risikonya
Telah disosialisasikan melalui berbagai media.
Setelah sosialisasi massive tersebut, bagaimana persepsi dan penerimaan masyarakat?
Teori adopsi perilaku itu mengelompokkan penerimaan informasi baru kedalam kelompok; early adoption, normal, dan kelompok laggard atau late adoption.
Masyarakat yang terbuka, dan berpendidikan tinggi lebih mudah menerima perubahan dibanding kelompok lain.
Meskipun dalam literasi kesehatan tidak selalu linear tingkat pendidikan dengan perilaku kesehatan.
Banyak orang dengan pendidikan umum yang tinggi tetapi literasi kesehatannya buruk dan tidak peduli pada orang lain.
Begitu juga terdapat orang dengan pendidikan terbatas, tetapi lebih peduli pada orang lain.
Kelompok yang terakhir ini bisa menyesatkan dalam penyampaian pesan yang benar.
Penerimaan inovasi hidup baru, seringkali gagal karena saluran komunikasi yang kurang tepat, isi pesan sulit dicernah, intensitas pemberian pesan yang terbatas.
Ditambah aspek digital gap di komunitas karena aspek perbedaan generasi sehingga penerimaan satu pesan bisa beragam makna pada kelompok akar rumput.
• Efek Pandemi Covid-19, Jamaluddin Jafar Diskon Rumah hingga Rp 100 Juta
Perubahan yang diharapkan akan bermuara pada protokol kehidupan baru yang lebih bergeser ke upaya promotif dan pencegahan.
Masyarakat paham tentang masalah yang sedang dihadapi dan mereka mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kepedulian yang tinggi.
Hal biasa disebut community engagement. Semakin tinggi keterlibatan komunitas dalam pengendalian Covid-19 semakin cepat masalah ini selesai.
Pergeseran kebiasaan baru yang diharapkan untuk melawan Covid-19 ini mirip mengubah kebiasaan merokok pada masyarakat yang sudah adiksi.
Karena itu membutuhkan desain komunikasi yang andal. Mulai dari sumber informasi, saluran informasi, isi pesan hingga penerimaan pesan.
Mencermati kondisi tersebut, sepertinya banyak aspek yang mesti menjadi perhatian untuk memasuki tatanan kehidupan baru.
Meskipun demikian, terdapat jalan pintas atau short cut untuk memasuki dunia baru dengan perilaku baru yang diharapkan yaitu dengan ancaman itu nyata dan bersifat coersive.
• Kronologi Lengkap Penikaman Berujung Maut di Sinjai, Dipicu Ribut-ribut Soal BLT
Ancaman terhadap kesehatan bagi kasus Covid-19 itu sudah terang benderang, ribuan hingga jutaan orang telah menjadi korban di berbagai wilayah.
Pada aspek ini, kelihatannya pada sebagian kelompok masih dianggap hal yang sederhana.
Pilihan selalu diperhadapkan pada sehat/hidup atau mati kelaparan Ini seperti dua sisi mata uang.
Meski sudah jelas dalam manajement krisis menyebut bahwa keamanan publik adalah prioritas utama menyusul ekonomi.
Pendekatan Coersive atau paksaan. Covid-19 ini paling nyaman hidup di negara yang beraliran demokrasi.
Misalnya Amerika termasuk Indonesia, Covid-19 menemukan dunia baru yang sangat subur, jumlah populasi besar, rantai pengambilan keputusan panjang dan sebagian
masyarakatnya kurang patuh.
• Bakal Lepas Gonzalo Higuain, Segini Harga Dipasang Juventus
Untuk kondisi seperti ini, sepertinya protokol new normal life perlu pengawalan yang ketat.
Protokol New Normal Life bisa berhasl bila otoritas memiliki kemampuan mengelola pandemic
Covid-19 dengan maksimal. Protokol itu hanya akan bermanfaat pada kelompok capital dan merugikan public secara umum bila sebatas kebijakan saja yang tidak disertai implementasi yang kuat.
Protokol itu seperti sebuah penyamaran dari pelonggaran social distancing yang
menyerahkan upaya perlindungan public ke diri masing masing individu.
Sementara kemandirian individu untuk melakukan upaya mitigasi terhadap covid-19 ini masih sangat terbatas dengan segala persoalan sosio kulturalnya. (*)
Makassar 25 Mei 2020.
#Well educated people and fully respect are the winner in this arena.