Catatan dari Diskusi Online di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar (2)
Oleh: Ahmad M Sewang
Guru Besar UIN Alauddin Makassar - Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Masjid Mubalig Indonesia Muttahidad (IMMIM
Faktor penyebab terjadinya perbedaan, menurut Syekh Yusuf al-Qaradawi, paling kurang ada empat.
Tentu saja dalam ruang yang terbatas ini akan dibatasi bahasannya hanya satu yaitu tabiat agama bahwa Allah swt menurunkan ayat-ayat-Nya dalam al-Quran bukan hanya muhkamat, qatiyat (pasti), dan sharih (jelas), tetapi ada juga mutasyabihat, zanniyat (tidak pasti), dan muawwal (interpretable).
Ketiga ayat yang terakhir ini memungkinkan terjadinya perbedaan di kalangan ulama.
Menurut al- Qaradawi baru satu ayat saja pada QS al-Maidah: 6, sudah menimbulkan kurang lebih tujuh interpretasi di kalangan para ulama.
• Pemikiran Syekh Yusuf al-Qaradawi
Itu sebabnya, al-Qaradawi mengatakan, jangan pernah bermimpi, dalam masalah furu dan ijtihadiah, keluar dengan hanya satu pendapat.
Jika ada yang berpikir demikian, sesungguhnya ia telah menentang sunnatullah.
Ketika Khalifah kedua Abbasiah, Jafar al-Mansur, menunaikan ibadah haji, beliau sengaja menemui Imam Malik dan minta izin bahwa bukunya al-Muwattah yang berisi fikih akan dijadikan buku standar dan akan dibagikan ke daerah-daerah sebagai buku pedoman dalam beribadah.
Imam Malik sadar bahwa fikih itu pemahaman setiap ulama bisa berbeda pemahamannya dengan yang lain.
Karena itu Imam Malik meminta pada khalifah, "Ya Amirul Mukminan, saya minta tidak melakukan ha itu, karena berbagai pendapat telah sampai pada mereka. Setiap kaum telah mengikuti apa yang lebih dahulu mereka dapatkan. Biarkanlah mereka, memilih sendiri."
Malik seorang imam yang tidak ingin memaksakan pendapatnya pada orang lain.
Di sinilah arti penting penguasaan ilmu pengetahuan, semakin tinggi pengetahuan seseorang akan berbanding lurus dengan kebijakannya menghadapi masyarakatnya yang beraneka ragam.
Hampir semua Imam mujtahid mutlak memiliki pandangan yang sama.
• Pembangkangan Sosial Covid-19
Imam Syafii misalnya yang banyak dianut di Nusantara, pernah salat subuh di dekat kuburan Imam Abu Hanifah dengan tidak melakukan qunut.
Sementara qunut bagi Syafii adalah sunnah muakkadah.