Oleh: Haris Abu Muthiah
Muballigh Kota Makassar
Viral di media sosial video Bupati Bolaang Mangondow Timur, Sulawesi Utara, Sehan Landjar.
Beliau tidak menerima mekanisme Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga terdampak Covid-19 yang menyulitkan, sejumlah warga tidak bisa menerima bantuan. (Kompas, 27/4/2020).
Korban sudah berjatuhan, respon kebijakan lambat, alurnya panjang pula.
Kalau kita baca alur BLT dari Kementerian Desa yang kelihatan berbelit-belit dan rawan penyebaran virus covid-19, sebenarnya beberapa mekanisme tidak perlu dilakukan.
Pendataan masyarakat misalnya, itu sudah ada datanya di desa sejak program PPK, PNPM yang sudah tersimpan dikantor desa.
• PSBB Makassar, Pengunjung Pasar Terong Belum Terapkan Physical Distancing
Datanya sudah dimusyawarahkan di dusun sampai desa. Jelas siapa yang sangat miskin, miskin, cukup miskin.
Bahkan di peta sosial desa kelihatan posisi rumahnya masing-masing.
Jika ini dipaksakan dilakukan tanpa APD standar bukan tidak mungkin akan menyebarkan virus corona baru yang saat ini sudah menyebar kemana-mana.
Bukankah pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan untuk menjaga jarak, agar masyarakat di rumah saja, tidak mengadakan pertemuan.
Jika musyawarah tidak dianggap berbahaya, lalu bagaimana dengan seruan tutup masjid. Bahaya mana masjid atau tempat musyawarah?.
Tapi harus diakui, kalau data kemiskinan saat ini masih bermasalah. Antar kementerian saja bisa beda.
Kemensos berbeda dengan Kementerian Desa. Berbeda dengan Mendagri. Masing-masing punya kriteria yang berbeda-beda.
Ada yang miskin karena tidak punya rumah. Ada yang miskin tapi sudah punya rumah dan kendaraan namun tidak sekolah.
• Sulsel Masuk Urutan Ketiga Terbanyak Pasien Sembuh Covid-19 di Indonesia
Ada yang miskin karena tidak bisa beribadah dan lain sebagainya.
Inilah permasalahan utamannya mengapa kemiskinan tidak pernah tuntas di desa maupun di kota?
Berbeda dengan Islam. Indikator yang dikatakan miskin itu jelas.
Indikator utamanya adalah setiap individu masyarakat yang tidak memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan adalah orang-orang miskin.
Indikator ini sama setiap wilayah sehingga tidak akan menimbulkan kecemburuan.
Dalam pemenuhannya, kewajiban dimulai dari individu keluarga, tetangga, sampai masyarakat secara umum.
Jika semua itu tidak berjalan maka negara bertanggung jawab dalam pemenuhannya yang diambilkan dari dana kas negara. Di luar dari dana zakat.
Hebatnya lagi, dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan keamanan, keadilannya bersifat menyeluruh, tidak mengenal strata sosial.
Ketika menggratiskan kesehatan itu bukan hanya untuk orang miskin saja, tapi orang-orang kaya juga ikut menikmatinya, termasuk dalam masalah pendidikan.
Sejarah telah membuktikan bagaimana para sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para khalifah memberikan perhatian khusus dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
Khalifah Abu Bakar Assiddiq misalnya, selama menjadi khalifah, ia selalu memperhatikan rakyatnya.
• Pengadilan Agama Makassar Tutup Pendaftaran Permohonan Cerai
Hidupnya sangat sederhana dan tidak pernah menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya.
Ketika Khalifah Abu Bakar merasa ajalnya hampir datang menjemput, beliau berwasiat kepada putri tercintanya, Siti Aisyah, jika kelak beliau meninggal agar seluruh harta kaum muslimin yang tersisa agar diserahkan kepada Umar bin Khattab.
Beliau tidak ingin menghadap Allah sedangkan di tangannya masih ada harta kaum Muslimin walaupun sedikit.
Maha benar firman Allah SWT. QS. at-Taubah ayat 128 : “Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri; begitu berat dirasakan olehnya penderitaan kalian; ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian; dan ia amat mengasihi dan menyayangi orang-orang mukmin.”
Wallahu A'lam bis ashawab
Makassar, 29 April 2020