Menurut Profesor Kate Jones dari University College London, ada bukti bahwa kelelawar telah beradaptasi dan mampu memperbaiki DNA mereka karena adanya kebutuhan energi untuk terbang.
"Ini membuat mereka bisa tahan terhadap virus sebelum benar-benar sakit," katanya.
Tak ada keraguan bahwa perilaku kelelawar membuat virus bisa tumbuh subur.
"Kalau dilihat cara mereka hidup, maka besar peluang mereka punya berbagai virus," kata Profesor Jonathan Ball dari University of Nottingham.
"Dan karena mereka mamalia, ada peluang mereka bisa menulari manusia baik secara langsung ataupun melalui spesies perantara."
Bagian selanjutnya dari misteri ini adalah mengidentifikasi hewan apa yang menginkubasi virus ini lalu berakhir di pasar hewan liar di Wuhan.
Salah satu yang dicurigai adalah trenggiling.
Hewan pemakan semut bersisik ini dinyatakan sebagai salah satu hewan yang paling banyak diperdagangkan di dunia dan sedang terancam kepunahan.
Sisiknya digunakan sebagai obat tradisional di China, dan dagingnya kerap dianggap makanan lezat.
Virus corona ditemukan pada trenggilng, dan banyak yang bilang jenisnya mirip dengan virus baru yang ada di manusia.
Mungkinkah virus pada kelelawar dan trenggiling menukar genetik mereka sebelum tersebar ke manusia?
Para ahli masih belum menarik kesimpulan.
Data dari pengkajian terhadap trenggiling belum diedarkan, maka informasinya belum bisa dipastikan.
Prof Cunningham mengatakan, penting untuk tahu asal-usul dan jumlah trenggiling yang diteliti.
"Misalnya, apakah ada beberapa ekor yang jadi sampel, lalu apakah diambil langsung dari alam liar, ataukah dari hasil tangkapan, atau dari pasar?"