Apalagi jika melihat prestasi BTP yang masih lebih baik jika dibandingkan dengan gubernur saat ini.
Jika fenomena keinginan dipimpin BTP di Jakarta tersebut bisa diperbesar ke level nasional, maka bukan tidak mungkin BTP berpeluang maju dalam Pilpres 2024 mendatang.
"Kita terlalu menghukum Ahok terlalu besar. Intinya kita salah pilih, ternyata bagusan Ahok saat memegang lebih tertata.
Saya obyektif ya. Sekarang orang rindu lagi, ternyata kita menghukum Ahok terlalu keras, artinya ada peluang masyarakat merefleksikan kembali," jelas Hamdi Muluk kepada VOA.
Namun, Hamdi menambahkan perlu dobrakan dalam politik Indonesia, utamanya dalam mengatasi faktor SARA untuk dapat memenangkan BTP dalam Pilpres 2024 mendatang.
Sebab, kata dia, faktor SARA ini merupakan sesuatu yang masih sulit diubah dalam politik nasional Indonesia.
Bahkan, kata dia, negara maju seperti Amerika Serikat membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menghilangkan SARA saat pemilihan presiden, yang kemudian berakhir dengan terpilihnya Barack Obama sebagai presiden kulit hitam pertama.
BTP bebas dari penjara Rutan Mako Brimob pada akhir Januari 2019 lalu.
Ia menjalani pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan setelah divonis bersalah melakukan penodaan agama oleh majelis Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Ia kemudian bergabung ke PDI Perjuangan beberapa bulan sebelum Pilpres 2019.
BTP kemudian ditunjuk Menteri BUMN sebagai Komisaris Pertamina pada November tahun lalu.
Jualan Buku Dari Balik Penjara Mampu Raup Uang Rp 19 Miliar
Kegiatan menulis yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok saat menjalani hukuman di penjara Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, ternyata mampu menghasilkan uang yang jumlahnya cukup fantastis.
Diketahui, selama 1 tahun 8 bulan 15 hari hidup di balik jeruji besi, Ahok tidak hanya membaca dan menulis buku.
Ahok pun ternyata disibukan dengan membalas surat.