Diriwayatkan dari Aisyah tentang kelelawar, dia adalah hewan yang memadamkan api dengan sayap-sayapnya pada saat Baitul Maqdis dibakar.
Allah berfirman dalam Al Quran, "Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa." (QS Al-A'raf 7:133)
Dari sini diketahui jika kedua hewan ini dilarang untuk dibunuh, tentunya apalagi jika dimakan.
Apakah Virus Corona itu akibat kebiasaan menyantap kuliner ekstrem, itu bisa saja terjadi, karena santapan berupa hewan-hewan yang tidak lazim seperti ular, biawak, dan juga termasuk seperti kelelawar dan katak dijual disana bahkan dikonsumsi setiap hari.
Virus Corona yang mematikan memebuat kota Wuhan menjadi sorotan, bahkan kota Wuhan di provinsi Hubei sudah diisolir.
Kuat dugaan awal dari virus ini berasal dari salah satu pasar daging dan seafood yang ada di Wuhan.
Sejak dulu pasar ini dikenal menjual berbagai jenis daging hewan liar, termasuk yang masih hidup.
Dalam salah satu foto yang menampakkan kondisi pasar Wuhan terlihat seekor ayam yang diikat di keranjang sayur.
Kemudian ada pula talanan yang diletakkan diatas ember digunakan sebagai meja atau tempat mmeotong.
Kemudian di sampingnya ada penjual katak, katak yang masih hidup juga terlihat di dalam ember tersebut.
Tapi ada pula katak yang sudah dipotong, dagingnya disingkirkan namun diletakkan di ember yang sama dalam kondisi masih berdarah.
Daging katak pun bercampur dengan daging lain yaitu ikan, kemudian di sampingnya ada ember yang tidak dicuci serta timbangan digital yang kotor.
Para ulama Syafi'iah berpandangan larangan membunuh suatu hewan menunjukkan pula keharaman bagi kita untuk mengkonsumsinya.
Logikanya hewan tersebut tidak mungkin dimakan sebelum terlebih dahulu kita membunuhnya.
Jika membunuhnya saja diharamkan, tentu memakannya pun akan haram.
Katak merupakan salah satu hewan yang dilarang untuk dibunuh.
Tentu saja dibalik larangan itu, ada alasan dan juga hikmah bagi kita sebagai manusia yang mungkin kita belum tahu terlalu dalam akan hal teresbeut.
Faktanya masyarakat Tionghoa sana menggunakan katak sebagai makanan super pangan yang digemari.
Dan mereka juga meyakini bahwa katak makanan yang bergizi dan juga lezat.
Namun secara mengejutkan peneliti asal ITB menjelaskan bahwa katak mengandung cacing nematoda yang ada padasistem pencernaan katak.
Apabila cacing tersebut masuk ke dalam sistem pencernaan manusia, maka akan mengganggu metabolisme tubuh.
Selain itu akan lebih bahaya lagi ketika cacing tersebut masuk ke dalam pencernaan manusia dan memakan hasil yang manusia makan.
Maka kaibatnya, kita akan merasa lapar walaupun sudah makan banyak.
Terkait kehalalan dalam mengonsumsi katak atau kodok memang ada perbedaan pendapat.
Tapi mayoritas menyatakan bahwa memakan katak adalah haram.
Allah berfirman di dalam Al Quran, "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS Al-Maidah 5:3).(kompas.com/sriwijaya post)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Alasan Pemilihan Natuna Sebagai Lokasi Karantina WNI yang Baru Dievakuasi dari China, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/02/01/alasan-pemilihan-natuna-sebagai-lokasi-karantina-wni-yang-baru-dievakuasi-dari-china.