TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ada tiga kesimpulan yang dipaparkan Dekan Fakultas Kebidanan dan Keperawatan (FKK) Universitas Megarezky (Unimerz) Syamsuriyati, S ST SKM M Kes.
Kesimpulan itu, dalam disertasinya yang berjudul Pengaruh Terapi Murottal dan Pendidikan Kesehatan Terhadap Kadar Hormon Prolaktin serta Berat Badan Bayi pada Ibu Menyusui, di Kabupaten Takalar.
Ia diketahui baru saja meraih gelar doktor dari hasil disertasi tersebut melalui bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin (Unhas).
Proses kelulusan dengan status sangat memuaskan yang diungkapkan penguji di Gedung IPTEKS kampus Unhas Tamalanrea (21/1/2020).
"Ya, ada tiga hasilnya. Pertama, tidak terlihat perbedaan yang bermakna dan perubahan kadar Hormon Prolaktin yang memperoleh Terapi Murottal dan Pendidikan Kesehatan di banding dengan Kontrol (p=0,34)," ujar Syamsuriyati.
Untuk yang kedua, tidak terlihat perbedaan yang bermakna dan perubahan peningkatan Berat badan bayi.
Meski memperoleh Terapi Murottal di banding dengan Kontrol (p=0,45).
"Kemudian yang ketiga, terlihat perubahan pengetahuan secara bermakna pada kelompok ibu menyusui yang memperoleh pendidikan kesehatan dibanding dengan kontrol (p=0,00)," imbuhnya.
Diapun memberikan saran kepada masyarakat utamanya ibu menyusui agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya ASI Eksklusif kepada bayi.
Baik melalui penyuluhan, maupun media lainnya.
Ia juga turut memberi saran kepada
pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan agar lebih meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya ASI Eksklusif Pada ibu hamil dan Ibu menyusui.
Sementara masukan kepada Institusi Pendidikan, diharapkan bisa menjadi bahan acuan dalam pembelajaran.
Khususnya tentang pencapaian target ASI Eksklusif di Kabupaten Takalar
Sebagai bahan acuan bagi dosen, dan mahasiswa sebagai literatur pengabdian masyarakat.
Hal ini untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya ASI Eksklusif pada Ibu menyusui.
"Untuk peneliti selanjutnya dibutuhkan penelitian lanjut dengan tema serupa, waktu penelitian lebih lama, dan waktu intensitas yang lebih memadai. Jumlah sampel lebih besar serta design penelitian yang lebih tepat," pungkas Syamsuriyati.
Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, @wahyususanto_21
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)