TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Dr Syamsuddin Radjab SH MH, menganggap kekerasan kepada jurnalis melawan konstitusi dalam Pasal 28F Undang Undang Dasar 1945.
Pasal ini berbunyi: "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
Apalagi, kekerasaan itu terjadi saat jurnalis melakukan pekerjaan sesuai dengan Undang-undang no 40 tahun 1999 tentang Pers.
Baca: Daftar Harga HP Samsung Galaxy A Rp 1 Jutaan-Rp 3 Jutaan Oktober 2019, Mulai Samsung A10, A50 & A70
"Kekerasan terhadap kepada jurnalis itu seperti Lebaran, setiap tahun ada kekerasan jurnalis dan penyelesaiannya adalah maaf-maafan," kata Syamsuddin di kantor redaksi Tribun Timur, Selasa (8/10/2019) malam.
Menurutnya, penyelesaian kekerasaan kepada jurnalis tidak pernah diselesaikan secara hukum atau undang-undang.
"Tak ada itu maaf-maafan dalam undang-undang pers karena setiap tahun ada kekerasan maka saya kuatirkan bisa menjadi pola penyelesaian kekerasan terhadap profesi jurnalis apalagi pelakunya oknum kepolisian," katanya.
Baca: Inilah Kesalahan Fatal Luna Maya ke Pacarnya Hingga Gagal Nikah, Termasuk Reino Barack & Ariel Noah
Syamsuddin Radjab menjelaskan pekerjaan jurnalis yakni menyampaikan hak warga negara terkait informasi dan hak mengetahui.
"Tugas-tugas ini hanya satu pekerjaan yang bisa menjalankan yakni jurnalis. Kalau polisi melakukan kekerasan kepada jurnalis maka itu adalah perlawanan terhadap konstitusi negara," katanya.
Hal itu sesuai dengan cita-cita reformasi, pada awal reformasi, pemerintah menghasilkan undang-undang no 9 tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum (unjuk rasa) dan undang-undang no 40 tahun 1999 tentang Pers.
Baca: Rustan Warga Kahu Bone Luka Parah Usai Berkelahi dengan Pencuri yang Masuki Kamar Putrinya
"Kekerasan kepada jurnalis itu dapat dipidana 2 tahun dan denda Rp 500 juta, jika aparat penegak hukum yang melakukan biasanya ditambah lagi," katanya.
Sebelumnya, Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Hotman C Sirait mengatakan kesulitan untuk mengidentifikasi secara pasti siapa pelaku pemukulan tiga wartawan di Makassar pada Selasa (24/9/2019) saat meliput aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo.
Hotman mengungkapkan, papan nama oknum aparat yang melakukan pemukulan tersebut tertutup dengan tangan kerumunan sehingga sulit menentukan secara pasti polisi yang melakukan pemukulan.
Baca: Pendaftaran CPNS Dibuka November 2019: Link Resmi BKN SSCN.BKN.go.id, Dokumen Penting, Imbauan BKN
Syamsuddin Radjab menganggap pernyataan Hotman tak berkaitan dengan tindak kekerasan kepada jurnalis.
"Itu adalah sanksi internal kepolisian, tak ada hubungannya dengan masalah kekerasan yang bisa melanggar undang-undang Pers dan KUHP (kitab undang-undang hukum pidana)," katanya.
Menurut Syamsuddin, alasan Hotman ini menyesatkan.