Ini Hukumnya Menyembelih Hewan Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Menurut Ustadz Abdul Somad

Editor: Ilham Arsyam
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ustadz abdul somad

Ini Hukumnya Menyembelih Hewan Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Dunia Menurut Ustadz Abdul Somad ( UAS )

TRIBUN-TIMUR.COM - Idul Adha 1440 H tak lama lagi menjelang.

Muhammadiyah bahkan sudah menetapkan Idul Adha 2019 bertepatan dengan 11 Agustus 2019.

Satu di antara ibadah yang dianjurkan pada Idul Adha adalah berkurban.

Ustadz Abdul Somad mengungkapkan, dalam bahasa Arab, Qurban dikenal dengan nama al-Udh-hiyyah.

Maknanya menurut bahasa adalah hewan yang dikurbankan, atau hewan yang disembelih pada hari Idhul Adha.

Sedangkan menurut Ahli Fiqh, al-Udh-hiyyah didefenisikan, hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sejak hari Idul Adha hingga ke hari-hari Tasyrîq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah).

UAS menyatakan, dalam ajaran Islam, ibadah Qurban disyari’atkan pada tahun kedua Hijriah.

Baca: Penjelasan Lengkap Ustad Abdul Somad Tentang Patungan Beli Hewan Kurban Berdasarkan Hadits Sahih

Baca: Tata Cara Mandi Wajib/Junub yang Benar Menurut Ustadz Abdul Somad (UAS) Dimulai dari Bawah

Dilihat dari aspek sejarah, ibadah Qurban telah ada sejak zaman Nabi Adam AS, sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surah al-Mâ’idah ayat 27.

Kemudian ibadah Qurban juga dilaksanakan oleh Khalîlullâh Ibrahim AS, sebagaimana firman Allah SWT dalam al Quran surah ash-Shâffât ayat 102-107.

Dalil Ibadah Kurban dari Sunnah Rasulullah SAW di antaranya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik

“Rasulullah SAW berkurban dua ekor domba berwarna putih bersih dan bertanduk bagus. Aku melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya keatas sisi tanduk (kanan) hewan Qurban itu sambil menyebut nama Allah dan bertakbir. Rasulullah SAW menyembelih kedua hewan Qurban itu dengan tangannya sendiri”. (HR. al-Bukhâri dan Muslim).

Hadits diatas menunjukkan bahwa berkurban adalah ibadah yang sangat dicintai Allah SAW pada hari Nahar.

Allah SWT menerima pahala Qurban sebelum darah hewan Qurban yang disembelih itu menetes ke tanah, menunjukkan betapa cepatnya keridhaan Allah SWT diberikan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah Qurban.

Ibadah Qurban ini juga merupakan Sunnah Nabi Ibrahim AS., sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shâffât [37]: 107).

Ibadah Qurban juga ditetapkan berdasarkan Ijmâ’ (kesepakatan ulama).

Kurban untuk yang Sudah Meninggal Dunia

Ustadz Abdul Somad mengungkap hukum menyembelih hewan kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.

Menurut UAS, terdapat beberapa pendapat ulama dalam masalah ini.

Menurut Mazhab Syafi’i, tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, kecuali jika orang yang telah meninggalkan dunia itu meninggalkan wasiat sebelum ia meninggal.

Karena Allah SWT berfirman dalam Quran surah An-Najm ayat 39:

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (Qs. An-Najm [53]: 39).

Jika orang yang telah meninggalkan dunia tersebut meninggalkan wasiat, maka orang yang menerima wasiat melaksanakannya dan semua dagingnya mesti disedekahkan kepada fakir miskin.

"Orang yang melaksanakan wasiat dan orang lain yang mampu tidak boleh memakan daging Qurban tersebut, karena tidak ada izin dari orang yang telah meninggal dunia untuk memakan daging Qurban tersebut," tulis Ustadz Abdul Somad dalam 33 Tanya Jawab Seputar Qurban.

Ustadz Abdul Somad melanjutkan, menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, jika orang yang meninggal dunia itu tidak menyatakannya sebelum ia meninggal.

Jika orang yang meninggal itu menyebutkannya sebelum ia meninggal dan bukan nadzar, maka ahli warisnya dianjurkan agar melaksanakannya.

Adapun menurut Mazhab Hanbali, boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, daging hewan Qurban tersebut disedekahkan dan dimakan, balasan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut.

Sementara mazhab Hanafi berpendapat sama seperti pendapat Mazhab Hanbali.

Akan tetapi menurut Mazhab Hanafi haram hukumnya memakan daging Qurban yang disembelih untuk orang yang telah meninggal dunia berdasarkan perintahnya, semua dagingnya mesti diserahkan kepada fakir miskin.

Lantas, apakah diperbolehkan berkurban dengan cara berhutang?

Dikutip dari laman zakat.or.id, beberapa ulama menjelaskan bahwa sasaran berkurban adalah orang yang mampu.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Barangsiapa yang memiliki kelapangan rezeki, namun tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad 8273, Ibnu Majah 3123, dan sanad hadits dihasankan al-Hafizh Abu Thohir).

Meski demikian, para ulama berpendapat, bahwa boleh berkurban dengan cara berutang.

Tidak ada aturan dan hadist tentang larangan seseorang tidak boleh berkurban dengan cara berhutang.

Sementara itu, dikutip dari laman konsultasisyariah.com, Dalam Majmu' Fatawa dijelaskan hukum berhutang untuk kurban:

إذا كان الرجل ليس عنده قيمة الأضحية في وقت العيد لكنه يأمل أن سيحصل على قيمتها عن قُرب، كرجل موظف ليس بيده شيء في وقت العيد، لكن يعلم إذا تسَلَّم راتبه سهل عليه تسليم القيمة فإنه في هذه الحال لا حرج عليه أن يستدين، وأما من لا يأمل الحصول على قيمتها من قرب فلا ينبغي أن يستدين للأضحية

"Ketika seseorang tidak memiliki dana untuk kurban di hari ‘id, namun dia berharap akan mendapatkan uang dalam waktu dekat, seperti pegawai, ketika di hari ‘id dia tidak memiliki apapun.

Namun dia yakin, setelah terima gaji, dia bisa segera serahkan uang kurban, maka dalam kondisi ini, dia boleh berhutang. Sementara orang yang tidak memiliki harapan untuk bisa mendapat uang pelunasan kurban dalam waktu dekat, tidak selayaknya dia berhutang."

Beliau juga menjelaskan:

أما إذا كان لا يأمل الوفاء عن قريب فإننا لا نستحب له أن يستقرض ليضحي؛ لأن هذا يستلزم إشغال ذمته بالدين ومنّ الناس عليه، ولا يدري هل يستطيع الوفاء أو لا يستطيع

"Jika tidak ada harapan untuk melunasinya dalam waktu dekat, kami tidak menganjurkannya untuk berhutang agar bisa berkurban. Karena semacam ini berarti dia membebani dirinya dengan utang, untuk diberikan kepada orang lain. Sementara dia tidak tahu, apakah dia mampu melunasinya ataukah tidak." (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 25/110).

Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul Ustadz Abdul Somad Ungkap Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Dunia Menurut 4 Mazhab, https://pontianak.tribunnews.com/2019/07/29/ustadz-abdul-somad-ungkap-hukum-berkurban-untuk-orang-yang-sudah-meninggal-dunia-menurut-4-mazhab?page=all.

Berita Terkini