Lailatul Qadar Diprediksi Turun Malam ini, Berikut Lafaz Doa Lailatul Qadar, Silakan Baca & Bagikan
TRIBUN-TIMUR.COM - Tak terasa, bulan Ramadhaan 1440 H akan segera usai.
Malam ini sudah memasuki malam ke-25 ramadan.
Datangnya Idulfitri atau Lebaran pun sudah di depan mata.
Baca: Lailatul Qadar Turun Malam ini? Berikut Ciri-ciri Datangnya Lailatul Qadar Menurut Ustad Abdul Somad
Pada hari-hari terakhir bulan puasa ini, istilah Lailatul Qadar pun kerap terngiang di benak kaum Muslim.
Karena malam itu teramat istimewa, malam dengan kadar lebih baik dari 1.000 bulan, atau 83 tahun 3 bulan.
Malam ini juga dipercaya sebagai waktu turunnya para Malaikat dengan dipimpin langsung Malaikat Jibril atas izin-Nya.
Lailatul Qadar juga kerap disebut sebagai malam penuh kedamaian hingga terbit fajar.
Lailatul Qadar atau Lailatul Al-Qadar adalah malam penting yang hanya terjadi di bulan ramadhan dan malam lailatul Qadar juga malam yang dimuliakan Allah SWT melebihi malam malam lainnya.
Malam Lailatul Qadar terjadi pada 1 malam ganjil pada 10 malam terakhir pada bulan Ramadhan (Malam ke 21, 23, 25, 27, atau 29).
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah ber’itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan beliau bersabda, ‘Carilah malam qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan. (HR Bukhari dan HR Muslim)
Nah, untuk mendapatkan berkah di malam Lailatul Qadar ini doa apakah yang harus kita baca?
Diriwayatkan bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang sebaiknya aku baca bila bertepatan dengan malam Lailatul Qadar?”
Rasulullah bersabda: “Bacalah:
اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dalam ejaan Bahasa Indonesia, bacaan tersebut dibaca sebagai berikut
Allahumma Innaka 'Afuwwun, Tuhibbul 'Afwa, Fa'fu 'Anni
Doa malam Lailatul Qadar tersebut bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka akan memiliki arti berikut:
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ampunan dan menyukai orang yang memohon ampunan, maka ampunilah aku." (HR: At-Tirmidzi 3760, Ibnu Majah 3850, Ahmad VI/171, Al-Hakim I/530 dan An-Nasa'i dalam Amalul Yaum wal Lailah, silahkan lihat Shahih Jami' At-Tirmidzi).
Dikira Kebakaran
Ini kisah nyata yang diceritakan turun-temurun kepada santri Pondok Pesantren Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) Mangkoso, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Kisah spiritual yang dialami Anre Gurutta Haji (AGH) Abdurrahman Ambo Dalle, pendiri DDI yang disaksikan warga sekitar.
Saat itu Anre Gurutta Haji (AGH), Ambo Dalle itikaf tengah malam di Masjid Mangkoso, tepat pada malam ke-27 Ramadan.
Tiba-tiba sebercak cahaya terang berderang turun dari langit.
Cahaya berkilauan di tengah kegelapan malam itu, maklum waktu itu Mangkoso belum dialiri listrik, masuk ke masjid lewat atap.
AGH Ambo Dalle yang sedang tepekur, duduk bersila di tengah ruangan masjid, tiba-tiba dikelilingi tujuh gumpalan cahaya.
Masjid jadi terang benderang.
Sejumlah warga yang menyaksikan peristiwa itu berlarian ke masjid karena mengira masjid sedang terbakar.
Saat warga itu tiba, cahaya itu perlahan-lahan melayang ke arah kediaman AGH Ambo Dalle, sekitar 50 meter dari masjid itu.
Peristiwa itu terjadi 77 tahun lalu, malam ke-27 Ramadan, tahun 1939 masehi.
AGH Ambo Dalle mengalami peristiwa Lailatul Qadar di tahun pertama pengembangan Pondok Madrasah Arabiah Islamiyah (MAI) Mangkoso, belakangan diubah namanya menjadi Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) dalam pertemuan alim-ulama di Soppeng.
Masjid tempat yang ditempati AGH Ambo Dalle itikaf saat didatangi Lailatul Qadar itu kini bernama Masjid Jami’ Addariah di Komplek Pondok Pesantren DDI Mangkoso.
“Peristiwa spiritual luar biasa tersebut ditandai oleh seberkas cahaya yang memenuhi setiap sudut masjid.Masyarakat mangkoso yang kebetulan terjaga malam itu menyangka kalau masjid terbakar. Gurutta Abdul Rahman Ambo Dalle mendoakan agar diberi ilmu yang berkah dan tujuh generasinya menjadi ulama besar Ahlussunnah Wal Jamaah,” jelas pembina Pondok Pesantren DDI Mangkoso, Ahmad Rasyid Amberi Said, beberapa waktu lalu.
Untuk mengenang peristiwa itu, empat buah tegel di tengah Masjid Jami’ Addariah dilengketkan tanpa campuran semen.
“Di sinilah Gurutta duduk saat didatangi Lailatul Qadar,” kata salah seorang jamaah suatu ketika.
Sebagian warga Mangkoso, yang hidup di masa itu, mengatakan, beberapa hari air sumur di rumah AGH Ambo Dalle terasa manis dan lezat airnya setelah peristiwa itu.
AGH Ambo Dalle hijrah ke Mangkoso dari Sengkang untuk mengembangkan pengajian di Soppeng Riaja atas permintaan berkali-kali Datu Soppeng Riaja, Andi Yusuf Dagong Petta Soppeng.
Pengajian perdana dilakukan di Masjid Mangkoso hari Rabu tanggal 29 Syawal 1357 H atau 21 Desember 1938 M.
Sejak itu Mangkoso dikenal sebagai kota “pangngaji”.
Dijuluki tempat yang tenang, penduduknya hidup tenteram.
Jangankan perampok atau pencopet, pencuri sekecil apapun tidak pernah ada.
Bahkan, bila ada di antara warga melakukan perbuatan zina, Gurutta langsung diberitahu.
Beliau lalu menyampaikan kepada masyarakat agar orang tersebut dikeluarkan dari kampung.
Gurutta meminta agar tradisi lama masyarakat yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memuliakan batu-batu kubur dan pohon-pohon besar segera dihentikan.
Gurutta bahkan memerintahkan agar batu-batu nisan yang telah dibongkar itu dijadikan pondasi jalan agar bisa diinjak oleh masyarakat untuk menunjukkan bahwa batu-batu tersebut tidak punya kekeramatan apa-apa.
Di masa pemerintahan Arung Petta Cowa, ia sangat mempertahankan tradisi tersebut.
Namun sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Petta Coa memerintahkan supaya amalan yang mengandung unsur khurafat itu segera dihentikan.(*)