Askar Nur
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Alauddin Makassar/Presiden Mahasiswa DEMA UIN Alauddin Makassar Periode 2018
Sepertinya masih erat dalam ingatan kita semua perihal kasus yang sempat melanglang-buana di media sosial beberapa waktu lalu.
Yah, tindakan kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami siswi SMP di Pontianak.
Beberapa atau hampir setiap media seantero mengabarkan kasus itu lengkap dengan tagar atau hastag #JusticeForAudrey.
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa tulisan ini tidak bermaksud membumingkan atau memunculkan kembali kasus ini melalui hastag.
Mengingat, biasanya semakin kita mengabarkan suatu kasus melalui hastag seperti kemarin yang sempat viral, percaya atau tidak tindakan tersebut akan semakin membuat si korban merasa trauma atau bahkan tingkat depresi meningkat.
Apalagi korban adalah anak-anak (hasil konsensus dari pendiskusian dengan salah satu senior yang juga penulis Antologi Cerpen “Resolusi yang Usang” di Maha Coffee, depan Perpustakaan Syech Yusuf).
Baca: SMKN 2 Palopo Kebanjiran, Bengkel Listrik dan Ruangan Elektronika Terendam
Niat tulisan ini adalah menjadikan permasalahan tersebut sebagai bentuk narasi refleksi atau perenungan akan kemungkinan kasus yang sama terulang kembali namun ini bukanlah sebuah doa melainkan sebuah langkah antisipasi.
Kekerasan dan pelecehan seksual telah menjadi hal yang tidak asing lagi di negeri kita tercinta. Sebelum si kecil Audrey, terdapat beberapa kasus yang lainnya.
Maka sudah sewajibnya pihak yang bertanggung jawab mengambil langkah preventif dan segera menyelesaikan kasus-kasus yang telah berlalu.
Teringat kalimat yang tertulis di desain belakang baju kaos seorang kawan, “If you tolerate this, your home will be next”, itu semacam kalimat penyadaran akan pentingnya penolakan terhadap perampasan ruang hidup.
Sama halnya dalam kasus kekerasan dan pelecehan seksual jika tidak dituntaskan dan memberikan sanksi tegas kepada para pelaku, tidak menutup kemungkinan kasus-kasus seperti itu akan berkeliaran di sekitar kita.
Kekerasan seksual yang diidentikkan dengan kekerasan fisik merupakan sebuah permasalahan besar yang dapat mengancam keberlangsungan generasi di negeri ini.
Selain daripada kekerasan fisik yang dialami si kecil Audrey, sebenarnya terdapat pula kekerasan yang tergolong non fisik yang sering terjadi dalam institusi Pendidikan tinggi yang dialami oleh kakak-kakaknya Audrey (mahasiswa) yakni kekerasan simbolik.
Baca: UASBN Diikuti 13.922 Siswa Tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Gowa
Kekerasan simbolik bagi Pierre-Felix Bourdieu merupakan sebuah bentuk kekerasan melalui pola dominasi struktur sosial masyarakat dimana kelompok kelas atas “memaksakan” ideologi, budaya, kebiasaan, atau gaya hidupnya kepada kelompok kelas bawah yang didominasinya.