Sehari sebelum pencoblosan, sekitar pukul 16.00 wita, datang lagi orang mengaku dari partai tersebut membawa mandat saksi. Utusan itu lalu menyerahkan masing-masing Rp 50 ribu ke para saksi.
"Kenapa hanya Rp 50 ribu. Perjanjian kita kan Rp 400 ribu saksi dalam dan Rp 100 ribu saksi luar," kata seorang calon saksi.
"Ini baru panjarnya. Tapi kalau mau tusuk nomor .... (sebut nomor urut partai tersebut), saya tambah Rp 50 ribu lagi," ujar utusan partai.
Para calon saksi pun sepakat menusuk si caleg urut 9, tambahan Rp 50 ribu diserahkan.
Pukuk 07.00 wita, para saksi stand by di TPS masing-masing. Pukul 09.0 wita, sang utusan Golkar datang lagi membawakan uang makan masing-masing Rp 10 ribu per saksi.
"Sekitar jam sembilan malam, utusan partai itu datang lagi. Dia langsung meminta semua uang yang sudah diserahkan," kata Hamzah.
Para saksi protes. "Oh tidak bisa, Pak. Sudah dimakan," ujar para saksi. "Tidak, harus dikembalikan. Ini perintah caleg urut 9. Beliau minta semua uangnya karena tidak ada yang cobloski nomor urut sembilan," kata utusan itu.
Akhirnya, para saksi kocar-kacir cari pinjaman untuk mengembalikan "uang saksi mereka".
"Ha....ha....ha...., jadi sekarang bukan lagi serangan fajar, tapi serangan panjar," kata Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar ketika itu, Zulkifli Hasanuddin, diikuti gelak tawa para aktivis.
Kini Zulkifli sudah menjadi pengacara profesional dan banyak mendampingi beberapa kandidat kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2018 lalu.
Beragam cerita lucu dimunculkan dalam diskusi menjelang pencoblosan Pemilu 2014 silam. Ada yang meminta kembali uang serangan fajarnya, ada yang memblokir jalan, hingga ada pula yang membongkar rumah konstituen.
Gagal terpilih di Makassar, ada caleg meminta kembali ikan dan minyak goreng yang telah dibagikan kepada warga di daerah pemilihannya.
"Kalau naminta, suruh-mi pergi cari ke WC. Minyak goreng bisa-ji dikasi kembali, tapi kalau ikan, bagaimana," ujar Zamzam, pemantau dari FIK Ornop menanggapi laporan pemantau lain, dari Yasmib dan A Muh Hidayat.
Selain meminta "serangan fajarnya" dikembalikan, sang caleg juga mengoceh lantaran merasa dicurangi caleg lainnya. "Suara-ku dicuri. Yang pilih-ka di (pemilu) 2009, pindah-ki ke caleg itu," ujar Hidayat dan disambut lagi tawa.
Peseta diskusi lainnya pun ramai-ramai menimpali. Bukan pencurian suara, namun basis massa direbut caleg lain.
Laporan hasil pemantauan pun isinya hampir seperti lawak. Sepanjang diskusi yang berlangsung sekitar 1,5 jam itu dari awal sampai akhir, peserta tak hentinya tertawa.