Sementara penerangan yang paling canggih saat itu, kata Mappasomba, hanyalah lampu petromaks.
Di masa itu, H Mappasomba hanya mendapat gaji sebesar Rp 44.400 setiap bulannya.
Kondisi lapas mulai membaik setelah melewati proses renovasi di tahun 1999.
Di tahun itu, beberapa bagian lapas dipercantik, seperti pembanguan selasar dan paping blok pada lantai, juga perbaikan seluruh blok hunian.
Dia mengenang masa sulitnya, setelah lima tahun menjadi sipir, H Mappasomba hanya mampu membeli sepeda, itupun dengan cara di cicil.
Sebelumnya ia hanya berjalan kaki dari rumahnya di Jl Dr Wahidin, Kelurahan Terang-terang, ke Lapas Kelas IIA Bulukumba, di Desa Taccorong, Kecamatan Gantarang.
Menurut prakiraan aplikasi Google Maps, jarak lokasi tersebut sekitar 3,3 kilometer, yang dapat ditempuh selama 40 menit perjalanan kaki.
Kini, dari gajinya menjadi sipir, H Mappasomba telah menyekolahkan anaknya hingga tingkat magister.
Dua anak lelakinya kini juga telah meneruskan profesi yang telah dimulai dari sang kakek itu.
Itu merupakan buah dari kerja kerasnya yang tidak kenal menyerah dan mengutamakan pendidikan buat sang buah hati.
"Dari menjaga tahanan, saya mengajarkan anak saya tentang kedisiplinan dan memiliki dedikasi pada negara. Jangan pernah melanggar aturan, labih-lebih berbuat kriminalitas," pungkasnya. (TribunBulukumba.com)
Laporan Wartawan Tribun Timur, @arisandifirki