Kisah Wati, 15 Tahun Jualan Kerupuk Ubi di Jalanan Kota Palu

Penulis: abdul humul faaiz
Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wati saat menjual keruouk ubi di simpang empat Jl.Moh Hatta, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Mingu (17/3/2019). (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz).

TRIBUNPALU.COM, PALU - Tak terasa 15 tahun lamanya Wati (55) berjuang hidup di Palu, Sulawesi Tengah.

Setiap harinya, ia menjual kerupuk ubi di simpang empat Jalan Mohammad Hatta, Kota Palu, untuk menghidupi keluarganya.

Kerupuk ubi yang dijajakkannya tersebut, bukan dibuatnya sendiri.

"Bukan bikinan sendiri ini, saya beli di pasar, cuman saya jual lagi," katanya kepada Tribunpalu.com, Minggu (17/3/2019).

Wati mengatakan, ia menjual kerupuk di Kota Palu sejak 2011.

Mulai berkeliling dari rumah ke rumah, hingga ia berjualan di beberapa lampu merah Kota Palu.

Wati berjualan kerupuk bersama anak sulungnya Nur Halima.

Nur Halima selalu setia menemaninya setiap hari.

Bersama Nur Halima, Wati berjualan sejak pukul 08.00 hingga pukul 15.00 Wita.

"Saya siapkan 60 kerupuk setiap hari dan selalu habis," akunya.

Untuk satu bungkus kerupuk ubi, Wati menjualnya seharga Rp.5000.

Bukan hanya keruouk, Wati juga menjual tisu khusus para pengendara mobil.

"Kalau tisu ini memang dijual untuk orang yang bawa mobil, tapi ada juga orang yang naik motor ba beli," jelasnya.

Usaha Wati ini hasilnya memang cukup untuk menghidupi keluarga.

Itulah kenapa ia tetap bertahan menjadi penjual kerupuk.

Sebelum menjual kerupuk Wati pernah mencoba peruntungan belerja sebagai karyawan di sebuah toko bangunan.

Tak cukup setahun Wati bekerja di toko bangunan.

Saat itu ia masih berstatus janda dengan dua orang anak.

"Tapi saya rasa-rasa gajinya tidak cukup hidupi anak," akunya.

Akhirnya ia pun bertemu dengan seorang tukang becak bernama Akbar dan menikah.

Pernikahan mereka dikaruniai dua orang anak.

Anak pertama dari hasil pernikahannya dengan Akbar, Hadija saat ini duduk dibangku kelas 2 SMP.

"Belum lagi kalau dia SMA, apalagi dia bilang mau kuliah, pasti butuh ongkos," jelas Wati saraya tersenyum.

Wati memang pekerja keras. Ia rela banting tulang bersama suami keduanya untuk menghidupi dan menyekolahkan anaknya.

Yang menjadi cita-cita hidupnya ialah agar kedua anak dari suami keduanya itu bisa sekolah setinggi mungkin.

"Jangan sampai dorang dua itu (anak) ikut kita orang tuanya yang kerjanya seperti ini, kasihan," harapnya. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz).

Berita Terkini