Begitu pun kepada narasumber lain, Dony Pattinasarani, M Basri, Yopie Lumoindong, Keng Wie (Rahmat Jaya), Piktio (Budi Wijaya), Piktio (Budi Wijaya), Syamsuddin Umar, Najib Latandang, Saleh Ramadaud, Thalib, Abdul Aziz Mattimu, Abdul Kadir Buloto, M Arsyad, Aminullah Arsyad, Jacob Marala, Abbas Ninring, Hasan, Tjondo Junus, Andi Marzuki Wadeng, Ambas Syam, Piet Heriyadi Sanggelorang, Dien Monoarfa, H Dg Jarre, Galamedia Bandung, Muhammad Dali Amiruddin, dan sebagainya.
Ada beberapa nama yang tercantum di buku ini, tetapi penulis tidak mewawancarainya, yakni Harry Tjong, Maulwy Saelan, Nus Pattinasarani, Rasyid Dahlan, Suwardi Arlan, dan Ronny Pattinasarani.
Setelah naskah ini rampung, ucapan terima kasih penulis alamatkan pada Bapak Dr Andi Alifian Mallarangeng, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Kabinet Indonesia Bersatu II. Beliau menyediakan diri memberi pengantar pada buku ini dan bantuan lainnya.
Sosok yang layak menerima penghargaan terima kasih di balik kesediaan Menegpora adalah adinda Prof Dr H Amran Razak SE MKes, salah seorang staf Ahli Menegpora. Tanpa beliau penulis sulit membayangkan bagaimana memperoleh pengantar dari seorang menteri.
Pilihan Anto – panggilan akrab Alifian Mallarangeng – karena memang selain olahraga di bawah kompetensi dan pekerjaannya, juga sebagai orang yang secara emosional memiliki hubungan yang karib dengan Ramang Prof Dr Faisal Abdullah SH MH juga ikut mempermulus urusan yang satu ini.
Persembahan Buku
Kepada Bapak Ir Ilham Arief Sirajuddin MM penulis pun menyampaikan terima kasih. Sebagai ‘pemilik’ kota, homebase PSM, kesebelasan yang membuat Ramang begitu sangat dikenal dan dikenang, penulis menyampaikan penghargaan atas kesediaannya mengantar buku ini dengan kalam sekapur sirihnya.
Terakhir, kepada istri, Hj Hana Abubakar AMK, kedua anak penulis Haryadi SSos, Haryati SE, yang dalam kondisi tertentu sering menciptakan suasana yang kondusif ketika penulis berkutat menyusun buku ini.
Baca: Ini Harapan Ferdinand Sinaga Jelang Laga PSM Makassar Lawan Home United
Baca: Amido Balde Pimpin Top Skor di Piala Indonesia, Geser Winger PSM Makassar
Begitu pun kepada kedua cucu penulis, Muhammad Syahrizal dan Sitti Syahriana, kerap memberi warna lain di saat-saat penulis mencoba merangkai kata-kata menghadirkan buku ini. Cucu ketiga penulis, Saphiza Alifia Achmad, yang lahir tepat 10 September 2010, yang mulai tahu ‘bergosip’ yang kadang-kadang mampu menghentikan akvititas penulis mengoreksi dan mengedit naskah buku ini menjelang pracetak.
Kepada semua pihak yang mungkin saja merasa kurang nyaman selama penulis melaksanakan kegiatan berkaitan dengan penerbitan buku ini, penulis mohon maaf. Kepada masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat pecinta sepakbola, dan sangat lebih khusus lagi pendukung berat PSM, penulis persembahkan buku ini. Khusus kepada sekolah-sekolah dengan seluruh tingkatannya, penulis mendambakan dapat memanfaatkan buku ini sebagai bahan bacaan.
Mudah-mudahan; RAMANG, Si Macan Bola’ ini akan menjadi nisan bagi setiap orang untuk mengenangnya. Menjadi nisan bagi mereka yang hendak meniru prestasi. Debut, dan kepopulerannya. Insya Allah
Ramang, merupakan tokoh sentral kesebelasan PSM antara tahun 1957 hingga 1968. Dia tidak saja berkiprah di kesebelasan lokal Makassar, tetapi menjadi salah satu bintang yang ikut mengharumkan nama Indonesia di percaturan sepakbola internasional, seperti Olimpiade Melbourne tahun 1956, saat kesebelasan nasional Indonesia berhasil menahan Uni Soviet 0-0 pada pertandingan pertama.
Misteri Ramang sebagai pemain bola memang sudah banyak yang terkuak. Tetapi, ada beberapa sisi yang masih kelam selama ini dari sosok pemain legendaris ini, yakni bagaimana latihan yang dia lakukan untuk mencapai prestasi sebagai pemain legendaris.
Dari rentetan wawancara dengan sejumlah narasumber, penulis berhasil memperoleh kiat-kiat latihan yang dilakukan Ramang, yang ternyata tidak pernah dilakukan oleh pelatih mana pun setelah dirinya. Cara melatih Ramang pun tidak lazim. Inilah yang melengkapi Ramang sebagai seorang pemain legendaris yang oleh banyak orang dalam waktu satu abad, sejak dia meninggal belum tergantikan.
Untuk melengkapi informasi mengenai Ramang, suatu hari penulis pernah bertandang ke Kantor PSSI di Gelora Bung Karno. Mungkin karena pejabat Humas PSSI sedang tidak masuk kantor – karena kesibukan sepakbola nasional sedang kosong di stadion besar itu – penulis pun gagal memperoleh informasi. Janji untuk kembali lagi keesokan hari penulis batalkan. Penulis berpikir, data yang ada di buku 70 Tahun PSSI itu sudah cukup mendukung isi buku ini. (*)
Oleh: M Dahlan Abubakar