Dalam menghimpun data, penulis menggunakan cara kerja jurnalis dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview). Jika mengacu kepada jurnalisme, penulis menggunakan teknik investigative dan indepth reporting.
Penggalian informasi melalui wawancarai sangat menentukan intensitas informasi yang diperoleh. Informasi yang menarik terus di-explore untuk menemukan kedalaman data. Dari sumber tertentu penulis mencari tahu lagi, siapa gerangan yang mengetahui mengenai tentang sang tokoh utama dalam kisah ini. Begitu pun pada tokoh-tokoh yang kemudian penulis temui.
Anwar Ramang
Anwar, bersedia menemani penulis mengunjungi Sumpang Binangae, Barru, tempat Ramang memulai aktivitas sepakbola sebagai anak desa. Kisah dari Barru pada tanggal 20 Juni 2010 cukup memerkaya warna isi buku ini.
Penulis diperkenalkan dengan satu-satunya sosok yang pernah satu sekolah dengan Ramang meski beda kelas. Moh.Arsyad duduk di kelas 2 Sumpang Binangae, ketika Ramang duduk di kelas 5. Meski beda beberapa tahun, Arsyad termasuk saksi mata aktivitas sepakbola Ramang pada usia remajanya.
Baca: Begini Skema yang Akan Dipakai Pelatih PSM Makassar Darije Kalezic? Masihkah Taktik Robert Alberts?
Baca: Begini Skema yang Akan Dipakai Pelatih PSM Makassar Darije Kalezic? Masihkah Taktik Robert Alberts?
Selepas mewawancarai beberapa orang di Barru, penulis mengarahkan perhatian pada beberapa nama yang disebut-sebut oleh Anwar. Yopie Lumoindong pun giliran penulis wawancarai di suatu mall pada sore hari, setelah bertemu Anwar pada siang hari di warung kopi.
Pertemuan dengan Yopie membekali penulis dengan beberapa nama yang sama sekali penulis tidak ketahui sebelumnya. Yopie merekomendasikan dua pemain sepakbola PSM dari warga keturunan, Keng Wie (Rahmat Jaya) dan Piktio (Budi Widjaya).
Dari kedua sosok ini penulis memeroleh banyak informasi pada masa mereka berinteraksi dengan Ramang. Mewawancarai keduanya memberikan semangat yang luar biasa bagi penulis untuk mewujudkan buku ini. Informasi yang mereka berikan, betul-betul belum pernah penulis ketahui sebelumnya. Apalagi, di antara keduanya pernah bermain bareng dengan Ramang.
Dari Piktio khususnya, penulis merenggut informasi tambahan mengenai persepakbolaan Makassar era 1920-an di kalangan komunitas warga China. Bahkan, Piktio masih menyimpan selembar foto yang sangat bersejarah, foto tahun 1910.
Misteri Ramang sebagai pemain bola memang sudah banyak yang terkuak. Tetapi, ada beberapa sisi yang masih kelam selama ini dari sosok pemain legendaris ini, yakni bagaimana latihan yang dia lakukan untuk mencapai prestasi sebagai pemain legendaris.
Dari rentetan wawancara dengan sejumlah narasumber, penulis berhasil memperoleh kiat-kiat latihan yang dilakukan Ramang, yang ternyata tidak pernah dilakukan oleh pelatih mana pun setelah dirinya.
Cara Melatih
Cara melatih Ramang pun tidak lazim. Inilah yang melengkapi sosok Ramang sebagai seorang pemain legendaris yang oleh banyak orang dalam waktu satu abad, sejak dia meninggal akan belum tergantikan.
Untuk melengkapi informasi mengenai Ramang, suatu hari penulis pernah bertandang ke Kantor PSSI di Gelora Bung Karno. Mungkin karena pejabat Humas PSSI sedang tidak masuk kantor – karena kesibukan sepakbola nasional sedang kosong di stadion besar itu – penulis pun gagal memperoleh informasi. Janji untuk kembali lagi keesokan hari penulis batalkan. Penulis berpikir, data yang ada di buku 70 Tahun PSSI itu sudah cukup mendukung isi buku ini.
Penulis harus mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak orang, tanpa mereka mustahil buku ini hadir di tangan pembaca. Paling awal, ucapan terima kasih ini penulis alamatkan ke sahabat penulis Anwar Ramang dan Bapak, Rauf Ramang, dua putra mendiang Ramang yang banyak membantu penulis memberikan informasi mengenai kiprah ayahnya.
Baca: The Maczman Dari Berbagai Daerah di Indonesia Dukung Langsung PSM Makassar di Singapura
Baca: Laga Bertepatan Pencoblosan Pemilu 2019, AFC tak Ubah Jadwal PSM Makassar