Cerita Ketua IGI Pusat, Rebut Mic dari Tangan Rektor Unhas Saat Unjuk Rasa

Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tribun Nongki bertajuk Kembalikan Kejayaan Dewan Mahasiswa (Dema) dan Senat Mahasiswa Universitas Hasanuddin (SMUH) di Gedung Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Makassar, Sulsel, Rabu (25/7/2018).

Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kekosongan lembaga tingkat universitas di Unhas sejak belasan tahun terakhir menjadi pembahasan pada acara Tribun Nongki, di kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Rabu (25/7/2018).

Beberapa senior, alumni, hingga mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) hadir pada diskusi ini, antara lain Ketua Fraksi Golkar DPRD Sulsel, Yakin Padjalangi; Ketua DPD Partai Demokrat, Ni'matullah; Wakil Wali Kota Mkassar, Syamsu Rizal; Wakil Rektor III Unhas Prof Arsunan Arsin.

Hadir juga Isradi Zaenal, M Ramli Rahim, Luhur A Prianto, Asmin Ibrahim, Irfan AB, dan wartawan senior Dahlan Abubakar.

Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Pusat, Muh Ramli Rahim menceritakan bahwa pada saat ia mahasiswa, memang benar-benar kosong, dan tidak ada lembaga tingkat universitas di Unhas.

"Saat itu juga organisasi ekstra kampus lagi repot, karena HMI Cabang Makassar waktu itu tidak lagi di tangan Unhas, sudah pindah ke universitas lain, sehingga wadahnya kami menjadi kabur," kata dia.

Ia melanjutakan, di masa kekosongan itu sejumlah lembaga kajian termasuk kelompok kiri dan kanan muncul, dan dari diskusi banyak yang mempersatukan mereka.

"Kami berdiskusi menelusuri banyak hal, dan waktu itu kami punya perjuangan bersama ketika peraturan akademik dikeluarkan oleh rektor Prof Radi Andi Gany, dan kami tak setuju dengan itu, tapi itu menjadi awal bagaimana kami bersatu," ucapnya.

Lanjut Ramli, saat itu mereka menutup pintu I Unhas, dan tak membiarkan siapapun masuk, termasuk rektor Unhas.

"Saat rektor mengajak mahasiswa berdamai, saya ingat merebut mik dari tangan rektor, saya bilang jangankan diskusi dengan pembantu rektor, rektor pun kami tak mau," ucapnya.

Pada unjuk rasa itu, Ramli dan kawan-kawannya hanya ingin bertemu dengan pengambil kebijakan tertinggi di Unhas, dan menuntut sidang senat universitas dilaksanakan.

"Alhamdulillah sidang jadi, dan kami berhasil mengubah peraturan akademik. Kala itu yang krusial adalah cuti akademik, kewajiban membayar SPP, dan lainnya. Keberhasilan itu yang membuat ada kerinduan bersama bahwa kita butuh sesuatu di level universitas yang bisa membuat kita berjuang bersama. Kalau itu tidak ada, kita repot," imbuhnya.

Menurut mantan ketua Senat Fakultas MIPA Unhas ini, saat itu mahasiswa dipersatukan HMI, karena hampir semua ketua senat fakultas pernah menjadi ketua komisariat.

"Ada Mappabali di (fakultas) Hukum Saya di MIPA, di Kedok ada Irham. Ada kesamaan di antara kami, dan karena itu kita bisa berfikir bersama, sehingga kami merasa jauh lebih mudah. Di saat sama, PR III Kak Amran Razak senada dengan kami, sehingga dukungan luar biasa," kata dia.

Lanjut Ramli, ia dan ketua-ketua senaf fakultas di Unhas lalu masing-masing mengutus orang, dengan utusan penuh ke universitas. Mereka diberi mandat sepenuhnya untuk membentuk lembaga universitas, dan fakultas tak boleh protes sama sekali, apapun keputusan mereka.

Halaman
12

Berita Terkini