5 Fakta Tragis Tragedi Bintaro: Sejarah Terburuk, Aura Mistis Lokomotif Maut, dan Lagu Iwan Fals

Editor: Aqsa Riyandi Pananrang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kecelakaan kereta api dalam Tragedi Bintaro 1, 19 Oktober 1987.

Slamet mengungkapkan, banyak keganjilan dalam kasusnya.

Misalnya saja, ia menandatangani Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) dalam ancaman.

“Waktu itu saya ditodong pistol, disuruh ngaku. Saya heran, saya nggak salah kok diperlakukan seperti itu,” ucapnya pelan.

Merasa ibu kota terlalu kejam baginya, Slamet kembali ke kampung halamannya di Purworejo, Jawa Tengah.

Berdasar penuturan netizen Rudi Hendartono di kolom komentar TribunTravel.com, Slamet masih hidup dan kini berjualan rokok dalam gerobag kaca kecil untuk memajang dagangannya di selatan Terminal Kutoarjo, Purworejo.

4. Dijadikan Lagu dan Film

Tragedi Bintaro benar-benar membetot perhatian banyak orang.

Untuk mengenangnya, musisi Iwan Fals menulis lagu berjudul 19/10 atau 1910 (diucapkan: sembilan belas-sepuluh, berarti 19 Oktober) dan Ebiet G Ade membuat Masih Ada Waktu dari peristiwa kecelakaan ini.

Dua tahun kemudian, tepatnya 1989, peristiwa ini diangkat menjadi sebuah film yang berjudul Tragedi Bintaro dan disutradarai oleh Buce Malawau.

Film berjudul Tragedi Bintaro dibintangi antara lain oleh Roldiah Matulessy, Ferry Octora, dan Lia Chaidir yang diangkat dari kisah nyata seorang korban kecelakaan, Juned.

Di akhir film, muncullah Juned yang sebenarnya di rel kereta api dengan memakai penyangga kaki, karena kaki yang kiri harus diamputasi.

Juned adalah seorang korban musibah tabrakan kereta api di Bintaro.

“Sayalah Juned, seorang korban musibah tabrakan kereta api di Bintaro, saya berterima kasih karena kisah kami sekeluarga diangkat kelayar putih lewat film ini, moga-moga ada hikmahnya bagi kita semua” demikian kata-kata Juned yang asli di akhir kisah.

5. Bangkai Lokomotif 'Dikuburkan'

Balai Yasa Yogyakarta menjadi tempat penyimpanan lokomotif tua dari semua daerah di Pulau Jawa.

Halaman
1234

Berita Terkini