Muhammad Faizal Tonong bertanggung jawab mengelola media dan informasi situs Saracennews.com, SRN bertanggung jawan sebagai koordinator grup wilayah, sedangkan Jasriadi bertanggung jawab memulihkan akun media sosial anggotanya yang diblokir.
Guna menyebar hoax dan ujaran kebencian, mereka membuat grup pada Facebook atau di media sosial lainnya serta membuat banyak akun hingga terhitung mencapai 800 ribu.
"Kelompok Saracen memiliki struktur sebagaimana layaknya organisasi pada umumnya dan telah melakukan aksinya sejak bulan November 2015. JAS (Jasriadi) berperan sebagai Ketua Kelompok Saracen, MFT (Muhammad Faizal Tonong) sebagai ketua bidang informasi dan SRN (Sri Rahayu) sebagai Koordinator Wilayah," ujar Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo.
Jasriadi, Sri Rahayu, dan Muhammad Faizal Tonong merekrut para anggotanya melalui daya tarik berbagai unggahan yang bersifat provokatif menggunakan isu SARA sesuai perkembangan tren media sosial.
Saracen pun dengan mudah menggiring opini masyarakat sesuai keinginannya.
Mereka pandai mengikuti isu nasional maupun daerah.
Di samping itu, Jasriadi juga memiliki kewenangan serta kemampuan untuk mengambil alih akun para pengikutnya yang dianggap melawan atau tidak sependapat lagi dengan tujuannya.
4. Barang bukti
Dari tersangka Jasriadi, polisi mengamankan barang bukti 50 kartu sim berbagai operator, 5 hardisk CPU dan1 harddisk komputer jinjing, 4 ponsel, 5 flashdisk, dan 2 kartu memori.
Sedangkan dari dua tersangka lain, Sri Rahayu dan Muhammad Faizal Tonong, disita antara lain ponsel, kartu memori, flash disk, komputer jinjing, dan harddisk
5. Tarif fantastis
Setiap kali mengunggah konten bernada ujaran kebencian ke media sosial, Saracen mendapat imbalan.
Dijelaskan Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri, Kombes Pol Awi Setiyono, Saracen mematok tarif tertentu pada para pelanggannya.
Tarif tersbeut pun disesuaikan dengan dengan beban kerja ujaran kebencian yang diciptakan.
Polisi pun menemukan proposal yang isinya berupa rincian harga untuk membuat web berisi ujaran kebencian.
"Di sana bunyi proposal untuk pembuat web, dia patok harga 15 juta rupiah," ujar Awi.