Beliau tidak elitis atau ekslusif, tidak menjadikan jabatan sebagai kekuasaan melainkan pengabdian. Hal itulah yang senantiasa terpatri pada murid-muridnya.
Al-kisah, sesaat setelah saya mengikuti kuliah beliau tentang Tauhid di Ma’had Al-Birr-Unismuh tahun 1997. Di luar kampus Unismuh dikepung aparat yang mengantisipasi demonstrasi. Namun sesaat kemudian masuk kampus.
Maka AGH Djamaluddin Amien menghadapi aparat tetapi diabaikan. Beliau memilih mundur masuk kembali ke kampus.
Aparat makin beringas sehingga beliau bersembunyi dalam satu kelas bersama kami murid-muridnya seakan tanpa jarak. Padahal beliau kala itu menjabat Rektor Unismuh.
Ahad, 16 November 2014 beliau wafat dalam usia 85 tahun. Sosoknya dikenal multitalenta yakni guru pendidik, organisatoris, akademisi, dai hingga politisi.
Tetapi cukup menonjol, beliau adalah ulama pecinta ilmu hingga akhir hayat. (*)
Catatan: Tulisan ini juga telah dimuat di kolom Literasi Ulama halaman Opini Tribun Timur edisi cetak, Jumat 10 Maret 2017.