Literasi Ulama

KH Djamaluddin Amien

Editor: Jumadi Mappanganro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KH Djamaluddin Amien

Oleh:  Firdaus Muhammad
Pembina Pesantren An-Nahdlah Makassar dan Pengurus MUI Sulsel

ANREGURUTTA Haji (AGH) Djamaluddin Amien (1930-2014) merupakan ulama kharismatik Sulsel dan tokoh berpengaruh di Muhammadiyah.

Dilahirkan di Sinjai, 11 Januari 1930. Mengenyam pendidikan agama sejak dini hingga memiliki kemahiran membaca dan memahami kitab kuning.

Menempuh perguruan tinggi di IAIN Alauddin Makassar. Namun tidak sempat diselesaikan karena kesibukannya berorganisasi dan berdakwah.

Intelektual Muda Muhammadiyah yang juga Dosen UIN Alauddin, Dr Haidir Fitra Siagian, menuliskan testimoninya saat beliau wafat.

Haidir mengisahkan, pada sekitar 1997, saat Rapat Kerja Pimpinan Muhammadiyah se-Sulawesi Selatan di Masjid Ta'mirul Masajid, Kecamatan Wajo, Makassar, beliau sempat menangis tersedu-sedu di sela-sela kata sambutannya.

Penyebabnya adalah kurangnya peserta yang hadir. Terutama pengurus Muhammadiyah dari daerah-daerah.

Beliau mengatakan, bagaimana nasib Muhammadiyah dan Islam ke depan di Sulawesi Selatan, jika sekarang saja sudah jarang orang yang berkenan mengurusnya?

Demikian cerminan kepedulian dan keteladanan beliau dalam memimpin Muhammadiyah sepanjang hidupnya. Sosok keulamaannya cukup menonjol, terutama kecintaannya terhadap ilmu.

Beliau dikenal pendidik sejati. Selain menekuni aktifitas sebagai guru, beliau juga dikenal da’i yang tanpa sungkan menjangkau hingga pelosok desa untuk memberikan pencerahan bagi umat.

Dalam kesehariannya, dikenal cukup sederhana. Kesederhanaan itu tercermin dari cara berpakaian dan perilaku kesehariannya.

Nada bicaranya tidak berapi-api, tetapi cukup menginspirasi dan memberi semangat sekaligus menyejukkan. Ia pernah menjabat Ketua Umum PW Muhammadiyah Sulsel hingga tiga periode, posisi ketua yang tergolong terlama.

Di masanya, Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar hadir dan mengalami pengembangan yang cukup pesat. Kini salah satu perguruan tinggi swasta cukup diperhitungkan.

Ia juga dikenal sebagai deklarator Partai Amanat Nasional (PAN) Sulsel pada 1998 dan perintis KPPSI Sulsel. Kecintaan dan ideologi Muhammadiyah demikian mewarnai pemahaman keagamaannya yang cukup moderat dan istiqamah dalam memegang prinsip dan nilai-nilai kemuhammadiyahan.

Meski begitu, beliau diterima di semua kalangan dengan tetap menghargainya sebagai tokoh Muhammadiyah.

Beliau tidak elitis atau ekslusif, tidak menjadikan jabatan sebagai kekuasaan melainkan pengabdian. Hal itulah yang senantiasa terpatri pada murid-muridnya.

Al-kisah, sesaat setelah saya mengikuti kuliah beliau tentang Tauhid di Ma’had Al-Birr-Unismuh tahun 1997. Di luar kampus Unismuh dikepung aparat yang mengantisipasi demonstrasi. Namun sesaat kemudian masuk kampus.

Maka AGH Djamaluddin Amien menghadapi aparat tetapi diabaikan. Beliau memilih mundur masuk kembali ke kampus.

Aparat makin beringas sehingga beliau bersembunyi dalam satu kelas bersama kami murid-muridnya seakan tanpa jarak. Padahal beliau kala itu menjabat Rektor Unismuh.

Ahad, 16 November 2014 beliau wafat dalam usia 85 tahun. Sosoknya dikenal multitalenta yakni guru pendidik, organisatoris, akademisi, dai hingga politisi.

Tetapi cukup menonjol, beliau adalah ulama pecinta ilmu hingga akhir hayat. (*)

Catatan: Tulisan ini juga telah dimuat di kolom Literasi Ulama halaman Opini Tribun Timur edisi cetak, Jumat 10 Maret 2017.

Berita Terkini