TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Aktivis Indonesia Social Justice Network (ISJN) menyatakan rasa bela sungkawa sedalam-dalamnya atas terjadinya dugaan kasus perkosaan dan pembunuhan yang dialami oleh siswi YY dari Bengkulu oleh 14 pemuda, April 2016.
Bagi ISJN, peristiwa tersebut sangat terkutuk karena dilakukan secara kolektif oleh pemuda dan remaja dari lingkungan korban.
“Peristiwa ini juga mencerminkan betapa rendahnya penghormatan seksualitas dan hidup perempuan khususnya anak perempuan,” kata Ketua Presidium Nasional ISJN, Andi Ahmad Yani PhD, dalam rilis yang diterima Tribun-Timur.com, Jumat (13/5/2016) malam.
Mengutip Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap perempuan (KOMNAS Perempuan) dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2016, Dosen Fisipol Universitas Hasanuddin (Unhas) itu mengemukakan, data kekerasan seksual di tingkat komunitas di Indonesia sebagai kejahatan hak asasi perempuan semakin meningkat.
“Data tahun 2015 menunjukkan angka perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual dan percobaan perkosaan mencapai 56% (2.183 kasus) dari total 3.860 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan di tingkat komunitas,” kata akademisi asal Soppeng, Sulsel, itu.
Data itu, menurut Yani, juga menunjukkan bahwa setiap hari, lima sampai enam perempuan termasuk anak perempuan di bawah umur menjadi korban kekerasan seksual di tingkat komunitas.
“Apa yang didokumentasikan dan dipublikasikan oleh KOMNAS Perempuan itu adalah data yang diambil dari lembaga-lembaga penegak hukum dan penyedia layanan sehingga baru merupakan data yang dilaporkan dan ditangani,” jelas Yani.
“Jadi belum termasuk kasus-kasus yang terjadi namun tersembunyi rapi di komunitas ataupun keluarga dan tidak muncul ke publik dan diproses hukumkan. Artinya apa yang dikemukakan oleh berbagai pihak bahwa kekerasan seksual tak ubahnya fenomena sebuah gunung es,” katanya menambahkan.
Menurut mantan Ketua Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Sulsel itu, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan di tingkat komunitas telah menjadi peristiwa yang sehari-harinya dialami oleh perempuan Indonesia.
Pola kekerasan seperti itu sangat disesalkan karena justru dilakukan oleh orang-orang yang dikenal dan orang-orang yang seharusnya menghormati dan melindungi korban. Pemerkosaan dan pembunuhan perempuan dengan alasan apapun adalah kriminal dan pelanggaran atas hak asasi perempuan.
Menguaknya peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di wilayah pelosok dan terpencil seperti pada kasus YY ini, lanjut Yani, sepatutnya menyadarkan kita bahwa kasus kekerasan di daerah pelosok rentan terjadi dan seringkali tidak terpantau dan terlaporkan karena minimnya akses untuk layanan hukum.
Peristiwa itu juga menyentakkan kita karena sebagian di antara pelaku kekerasan seksual tersebut adalah pelaku yang berstatus anak-anak.
“Minimnya pengetahuan dan pendidikan tentang seksualitas, putus sekolah dan ketiadaan pekerjaan dimana waktu luang dipakai untuk mabuk-mabukkan mengisyarakan adanya masalah kemiskinan dan pemiskinan di daerah pelosok yang berkontribusi secara tidak langsung pada masalah kekerasan seksual yang dialami korban sekaligus pelaku,” jelas Yani.
Terhadap kasus siswi YY, ISJN menyatakan sikap dan beberapa rekomendasi.
Pertama: Kejahatan seksual adalah kejahatan atas kemanusiaan. Oleh karena itu kami meminta perhatian negara melalui pemerintah untuk secara bersungguh-sungguh memprioritaskan perlindungan terhadap perempuan dan anak perempuan dari kekerasan seksual.
Kedua: Menuntut kesungguhan dan keseriusan pemerintah atas perlindungan perempuan dari segala bentuk kekerasan seksual mesti diwujudkan dalam upaya-upaya promotif, preventif dan penanganan dan pemulihan secara komprehensif, sistemik dan berkwalitas.
Ketiga: Menuntut keseriusan negara melalui DPR RI untuk memasukan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas Program Legislasi Nasional atau PROLEGNAS 2016 dan kemudian dipercepat proses pengesahannya demi penghormatan dan perlindungan atas seksualitas manusia secara khusus perempuan dan anak perempuan.
Keempat: Mempertimbangkan semakin meningkatnya kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku anak-anak, maka sudah saatnya kementerian pendidikan nasional melakukan evaluasi dan memperbaharui kurikulum dan sistem pendidikan nasional agar anak didik sejak dini mengembangkan sikap penghormatan atas hak asasi manusia dan hak asasi perempuan termasuk penghormatan atas seksualitas baik seksualitas perempuan maupun laki-laki; serta sistem yang tersedia dalam rangka mencegah dan menangani tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Kelima: Mempertimbangkan bahwa kasus yang dialami siswi YY adalah masalah kekerasan seksual yang berakhir dengan pembunuhan maka kami meminta kepada Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung Jakarta untuk menuntaskan kasus ini dan memberikan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku berdasarkan peraturan perundang-udangan yang ada dengan prinsip memberikan keadilan bagi korban dan mencegah kejadian yang sama terulang serta efek jera bagi para pelaku.
Keenam: Menyerukan kepada para pemimpin formal dan informal di tingkat komunitas untuk terus membangun kesiagaan dan kerjasama dengan organisasi peduli perempuan dan anak serta penyedia layanan psikologis, kesehatan, hukum, dan lain sebagainya sehingga masalah-masalah kekerasan seksual di tingkat komunitas bisa dicegah dan tertangani.(*)