KAUM muda seringkali diidentikkan dengan berbagai macam perspektif baik dari segi umur maupun dari segi semangat. Umur tidak seringkali diidentikkan dengan semangat begitu pula sebaliknya. Sebab umur bisa saja tua tapi semangatnya masih muda. Era kebangkitan selalu ditandai dengan kaum muda. Legalitas yang melekat kepada kaum muda tidaklah sedikit, itu berarti bahwa tugas kaum muda begitu banyak dan berat terhadap kebangsaan ini.
Kaum muda dalam sejarahnya telah berkontribusi yang cukup besar terhadap kehidupan kebangsaan kita, mulai dari era orede lama hingga era reformasi. Hampir di setiap ruang pergolakan kaum muda selalu tampil mengambil peran-peran strategis demi dan atasnama cita-cita kemerdekaan.
Ini dapat disimak dalam sketsa sejarah sejak ahun 1908 muncul sebuah organisasi Budi Utomo sebagai cikal bakal lahirnya gerkan pemuda di Indonesia. Gerakan Budi Utomo lebih pada gerakan pendidikan dan kebudayaan namun yang pasti kita yakini bahwa Budi Utomo lahir karena “kegelisahan sosial” akibat situasi dan kondisi negara yang terjajah.
Kedudukan kolonialisme Belanda sebagai zionisme penjajah telah mendorong lahirnya pemahaman atas ke Indonesiaan dan kebangsaan yang lebih kuat. Sekalipun dalam sejarah dilukiskan bahwa hanya masyarakat ningrat dan golongan bangsawan yang dapat mngenyam namanya pendidikan.
Diskriminasi akibat koloni penjajah telah merampas keadilan, kemerdekaan,kemajuan anak negeri kurang lebih 350 tahun lamanya. Rasialisme penjajah kian ditampilkan sebagai golongan terhormat sementara penduduk asli hanya sebagai buruh, tani, nelayan, bahkan lebih ironis sebagai pembantu dan babu dirumah para jenteng dan tuan tanah.
Kaum muda tentunya sebagai pilar penopang eksistensi kebangsaan tentu tidak memilih diam, mereka sudah mulai menulis dengan berbgaia macam perspektif terhadap bangsa yang merdeka,muncullah beberapa media-media kecil untuk dijadikan mainstream perjuangan termasuk alat komunikasi seperti radio dan pesan-pesan pada musik dan pewayanagan.
Media ini tentunya ukuran sekarang sangatlah klasik (kuno) tetapi dengan instrumentalis yang sesederhana ini dapat menciptakan bangunan kesadaran akan berbangsa dan bernegara. Hingga pada akhirnya kaum muda di Indonesia sadar akan dirinya bahwa kita ini terjajah dan tidak merdeka.
Kesadaran kritis
Kesadaran akan ketidakmerdekaan kita bagi kaum muda adalah gambaran sebuah perlawanan, kondisi terjajah tentu menginginkan sebuah kemerdekaan. Sejarah telah menggambarkan bahwa kemerdekaan sesungguhnya tidaklah diperoleh dari pemberian Jepang, tetapi kemerdekaan diperoleh karena politik nekatnya kaum muda yang memaksa Soekarno-Hatta untuk memproklamirkan Kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Memang menarik untuk disimak sebab konsesi kemerdekaan dimulai dari pertentanan klasik antara kaum tua dengan muda. Pergolakan pemikiran ini sangat didasari pada pandangan yang berbeda. Kaum tua menginginkan kemerdekaan dengan cara kompromi politik sementara kaum muda menginginkan dengan cara konfrontasi.
Keinginan kaum tua dianggap gagal bagi kaum muda, kegagalan itu dapat dilihat dari bagaimana perjajnjian linggarjati, roem royen, konfrensi meja bundar di Den Hag Belanda, perjanjian Malino, semuanya mengalami jalan buntu, sehingga kemudian kaum muda seperti Muh Yamin dan kawan-kawan mengambil peran strategis untuk mendesak pemerintah unuk sesegera mungkin merdeka dari belenggu penjajah. Dan itu dapat dilihat dari penculikan Soekarno ke beberapa tempat sebagai bentuk konfrontasi politik atas kaum muda.
Jadi menurut saya bahwa kemerdekaan ini adalah keterpaksaan sejarah yang telah di torehkan mahasiswa dan kaum muda terhadap negeri ini. Ini semakin membuktikan bahwa kaum muda selalu ada disetiap ruang dan waktu. Persoalannnya adalah bahwa momentum 28 Oktober 1928 tepatnya 85 tahun yang silam adalah satu tonggak sejarah yang tidak boleh ternafikkan.
Sebab konsensus Sumpah Pemuda bukan hanya sekedar konsepsi pernyataan penyatuan terhadap bangsa, bahasa, dan tanah air Indonesia, tetapi yang terpenting adalah bahwa Sumpah Pemuda adalah salah satu konsensus politik kaum muda atas bangsa-bangsa.
Konsensus politik
Kenapa harus dikatakan sebagai konsensus politik kaum muda atas nama bangsa-bangsa, dengan analisis sejarah bahwa jauh sebelum negara ini merdeka sudah ada sebelumnya negara-negara yang pernah berkuasa, seperti negara maritim Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Kutai Kertanegara, Tidore, Hasanuddin di Sulawesi Selatan, dan masih banyak lainnya. Negara-negara kecil itu menduduki satu wilayah tertentu yang tentunya satu kerajaan yang satu dengan yang lainnya memiliki sejumlah perbedaan seperti agama (kepercyaan), adat istiadat, budaya, perilaku serta struktur sosial.
Dari proses kesadaran kritis iyang muncul diera pergerakan kaum muda bukanlah hal yang muda dirombak begitu saja, sinkretisme budaya yang begitu kuat sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat menjadi bagian terpenting dalam penyatuan konsepsi kebangsaan. Sehingga dengan kondisi demikian Indonesia di sebut juga sebagai Nation-State (negara-bangsa) sebab negara Indonesia di bangun dari bangsa-bangsa seperti bangsa Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Papua, Ambon, Ternante dan lain sebagainya.
Semangat perjuangan kaum muda pada prinsipnya telah mendorong sebuah cita-cita mulia atas untuk sebuah kemerdekaan. Sehingga fase 1945-1966 peran kaum muda semakin memuncak dengan berbagai metodologi perjuangannya. Pada fase tersebutkaum muda semakin nekat untuk melawan sampai pada panggung-panggung demokrasi dalam kampus juga dilakoninya.
Katakanlah tahun 1966 sebuah peristiwa sejarah yang pernah terjadi bagaimana kaum muda berada dipersimpangan antara melawan zionisme PKI yang ingin mengganti Pancasila menjadi ideologi Nasakom, belum lagi munculnya agresi Belanda terhadap tentara Indonesia.
Posisi ini kemudian sangat menentukan kaum muda untuk mengambil peran strategis dalam negara. Sekalipun di era modern sekarang ini terjadi degradasi nilai terhadap kaum muda. Kaum muda telah memunculkan dirinya sebagai agen kapitalisme dan terjebak pada budaya Pop, hilang kepekaan sosial dan nyaris mati rasa dalam kehidupan sosialnya. Tentu pertanyaannya ini salah siapa?
Kaum muda tidak seharusnya berada pada jalan kiri lalu kemudian tidak mengambil peran, atau jalan kanan lalu tidak peduli dengan sesamanya. Ini seharusnya menjadi perenungan yang berarti bagi kita semua di dalam rangka mewujudkan tampilan kaum muda sebagai pemilik masa depan bangsa ini.
Sebagai clossing statement, keadaan bangsa ini, melahirkan kesadaran kritis kaum muda. Kaum muda harus berani mengambil peran strategis untuk dan atas nama kemerdekaan. (*)
Oleh :
Saifuddin Al-mughniy
Analis Politik UVRI Makassar/Anggota Forum Dosen Makassar
Kaum Muda di Persimpangan