Rakernas Nasdem
Mengenal Songkok Recca Kopiah Bugis-Makassar Paling Laris di Acara Rakernas Nasdem
Songkok Recca penutup kepala tradisional khas masyarakat Bugis dan Makassar paling laris di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasdem 2025.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mengenal Songkok Recca penutup kepala tradisional khas masyarakat Bugis dan Makassar paling laris di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasdem 2025.
Pemandangan berbeda terlihat sebelum pembukaan Rakernas Partai Nasdem 2025.
Pembukaan Rakernas di Hotel Claro Makassar, Jalan AP Pettarani, Makassar, Jumat (8/8/2025).
Berbagai tenant Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berbagai produk dipamerkan di area lobi selama Rakernas Nasdem, 8–10 Agustus 2025.
Tenant UMKM terdiri dari perwakilan provinsi atau Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) setiap daerah.
Mereka membawa produk lokal unggulan, dipamerkan dan dipasarkan dalam rangkaian kegiatan Rakernas.
UMKM Makassar juga ambil bagian menghadirkan berbagai produk terbaiknya.
Berbagai produk ditawarkan, seperti batik, kain khas daerah, pin Nasdem, aneka camilan, dan sebagainya.
Salah satu yang menjadi incaran kader Nasdem yakni Songkok Recca.
Songkok Recca merupakan penutup kepala tradisional masyarakat Bugis yang merupakan warisan budaya tak benda Indonesia.
Songkok Recca juga dikenal sebagai songkok To Bone, karena banyak diproduksi di Kabupaten Bone.
Dalam Rakernas Nasdem, ada beberapa tenant yang menawarkan Songkok Recca.
Harganya bervariasi, termurah mulai Rp150 ribu.
“Alhamdulillah lumayan banyak yang beli Songkok Recca,” kata staff tenant Makassar Souvenir, Yanti kepada Tribun-Timur.com, Jumat (8/8/2025).
Selain Songkok Recca, salah satu yang juga diincar Sarung Lagosi.
Sarung Lagosi jenis sarung tenun khas Bugis-Makassar yang terkenal dengan motif bunganya dan teknik pembuatannya yang rumit.
Sarung Lagosi ditawarkan mulai Rp600 ribu.
Ada juga tenant DPW Nasdem Bali yang menawarkan produk berbagai produk, salah satunya kain Bali.
Kain Bali ditawarkan mulai Rp60 ribu hingga Rp120 ribu.
“Lumayan, siang ini baru mau mulai pembukaan sudah ada 5 lembar kain Bali terjual,” kata Nia, penjaga tenant DPW Nasdem Bali.
Mengenal Songko Recca
Songkok Recca memiliki nilai budaya tinggi dan makna simbolis kuat bagi suku Bugis - Makassar.
Songkok ini tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap busana adat, tetapi juga mencerminkan status sosial, kedewasaan, dan identitas etnis Bugis-Makassar.
Songkok Recca (kadang disebut juga Sungko' Recca) adalah kopiah (peci) tradisional dibuat secara khusus dengan anyaman serat daun lontar atau daun pandan laut.
Kata 'recca' dalam bahasa Bugis/Makassar berarti rajutan atau anyaman, mengacu pada teknik pembuatannya yang rumit dan detail.
Memiliki warna dominan cokelat muda hingga cokelat tua, tergantung proses pengolahan dan pewarnaan daun.
Songko Recca dibuat dari daun lontar muda yang telah dikeringkan dan diwarnai.
Kadang juga digunakan daun pandan laut yang lebih kuat dan lentur.
Ditenun atau dianyam secara manual oleh pengrajin, membutuhkan ketelitian dan waktu berhari-hari.
Motifnya geometris, halus, dan rapi.
Warna alami atau kecokelatan, kadang diberi warna hitam atau merah bata.
Beberapa songkok memiliki motif khusus menandakan tingkat sosial atau asal daerah.
Makna dan Fungsi Budaya
Simbol Kedewasaan:
Di masa lalu, songkok recca hanya dikenakan pria dewasa sebagai tanda bahwa mereka sudah dianggap matang secara adat.
Dulu, Songkok Recca pipakai saat acara penting, pernikahan, musyawarah adat, atau penerimaan tamu kehormatan.
Menunjukkan kebanggaan terhadap identitas Bugis-Makassar.
Status Sosial:
Semakin halus dan rumit motifnya, semakin tinggi status sosial pemakainya.
Dulu, hanya bangsawan atau kalangan tertentu yang boleh mengenakan jenis songkok tertentu.
Kabupaten Wajo, khususnya di daerah Sengkang, dikenal sebagai salah satu sentra pengrajin songkok recca terbaik.
Warisan keterampilan ini diturun
Kini dikenakan dalam berbagai upacara adat, perayaan hari besar, hingga sebagai oleh-oleh khas Sulawesi Selatan.
Diperkenalkan juga dalam ajang promosi budaya nasional maupun internasional.
Beberapa tokoh Bugis-Makassar (termasuk pejabat atau tokoh adat) masih menjadikan songkok recca sebagai bagian dari identitas pakaian formal mereka.
Sejarah Songkok Recca: Warisan Leluhur Bugis-Makassar
Songkok Recca memiliki sejarah panjang yang terkait erat dengan perkembangan budaya, struktur sosial, dan identitas etnik Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan.
Meskipun tidak ada catatan tertulis yang sangat rinci sejak awal kemunculannya, namun keberadaannya diyakini telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Bugis dan Makassar, khususnya pada masa Kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan Bone.
1. Asal-usul di Lingkungan Kerajaan
Songkok Recca dipercaya pertama kali berkembang di lingkungan bangsawan (arung) dan tokoh adat.
Digunakan sebagai simbol kehormatan, penanda kedewasaan, dan kesiapan seorang lelaki untuk memikul tanggung jawab sosial dan adat.
Hanya pria yang telah melewati prosesi adat tertentu yang boleh mengenakan songkok jenis ini, menandakan peralihan dari masa remaja ke dewasa (mirip dengan “upacara inisiasi”).
2. Digunakan Kalangan Bangsawan
Pada masa Kerajaan Bugis-Makassar, songkok recca dikenakan oleh para pejabat istana, pemangku adat, dan prajurit elit.
Motif, bentuk, dan warna songkok recca bisa menunjukkan tingkatan sosial pemakainya:
Semakin halus dan simetris anyamannya, semakin tinggi pula status pemiliknya.
Beberapa model dikhususkan hanya untuk bangsawan atau raja.
3. Anyaman sebagai Simbol Kecerdasan dan Kesabaran
Dalam budaya Bugis-Makassar, proses membuat songkok recca dianggap mencerminkan nilai-nilai luhur seperti:
-Kesabaran: karena proses pembuatannya memakan waktu lama dan dikerjakan dengan tangan.
-Ketelitian dan ketekunan: kesalahan sekecil apa pun bisa merusak seluruh anyaman.
-Keharmonisan: motif yang rapi melambangkan keteraturan hidup dan nilai harmoni dalam masyarakat.
4. Peran dalam Upacara Adat dan Perang
Songkok recca juga digunakan dalam konteks upacara adat seperti:
-Mappacci (ritual malam sebelum pernikahan).
-Penerimaan tamu kehormatan.
-Musyawarah adat atau pengambilan sumpah pejabat adat.
-Dalam masa perang, beberapa versi songkok (yang lebih praktis) dikenakan oleh para pemimpin pasukan, menunjukkan keberanian dan statusnya.
5. Masa Kolonial dan Kemunduran
Saat masa penjajahan Belanda, penggunaan songkok recca sempat berkurang, tergeser oleh songkok model Melayu atau model peci hitam polos yang lebih umum digunakan secara nasional.
Namun, masih digunakan oleh kalangan adat atau dalam kegiatan budaya yang tersembunyi.
6. Kebangkitan dan Pelestarian Modern
Sejak era 1990-an hingga sekarang, terjadi revitalisasi budaya lokal mendorong kebangkitan songkok recca sebagai simbol identitas Bugis-Makassar.
Kini dikenakan dalam:
-Pakaian adat pengantin.
-Seragam resmi budaya saat upacara atau pawai budaya.
-Kegiatan promosi pariwisata dan ekonomi kreatif.
Pemerintah daerah Sulawesi Selatan juga aktif melestarikan warisan ini melalui festival, pelatihan pengrajin, dan promosi UMKM. (*)
Tanam Ratusan Pohon di Gowa, Prananda Surya Paloh : Kader NasDem Ramah Lingkungan dan Go Green |
![]() |
---|
Wali Kota Makassar Munafri Jamu Elite Nasdem, Surya Paloh Dikawal Ketat |
![]() |
---|
45 Personel Polisi Kawal Pertemuan Surya Paloh dan Amran Sulaiman di Makassar |
![]() |
---|
Surya Paloh Naik Private Jet Eks 'Nasdem for Jokowi 2019' Demi Hadiri Rakernas di Makassar |
![]() |
---|
Kunjungi Makassar, Surya Paloh Bakal Dijamu di 'Istana Laut' Milik Mentan Amran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.