Hari Sahabat Sedunia
30 Tahun Melangkah Bersama, 2 Sahabat Alumni STPDN yang Kini Jabat Kadis di Pemkab Luwu
Dua alumni STPDN angkatan 1995 yang kini jabat Kepala Dinas di Pemkab Luwu Muhammad Rudi dan Andi Darmawangsa.
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU – Persahabatan bisa tumbuh dari barak sempit, deru semangat muda, hingga peluh yang sama-sama jatuh di halaman kampus pemerintahan.
Itulah yang dialami Muhammad Rudi dan Andi Darmawangsa.
Dua alumni Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) angkatan 1995 yang kini menjabat sebagai kepala dinas di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Tanggal 30 Juli, ditetapkan sebagai Hari Persahabatan Dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi istimewa bagi keduanya.
Ini menjadi pengingat akan kisah panjang yang mereka jalani dari masa pendidikan, penugasan di pelosok, hingga kini duduk di posisi strategis dalam pemerintahan daerah.
Rudi kini menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), sekaligus Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Luwu.
Sementara Andi Darmawangsa mengemban amanah sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Luwu.
Keduanya berasal dari latar belakang daerah yang berbeda.
Baca juga: Kisah Persahabatan Setengah Abad Farouk M Betta dan Kawan-kawan
Rudi mewakili Sulawesi Tengah saat mendaftar di STPDN kala itu.
Sedangkan Andi Darma berasal dari Sulawesi Selatan.
Tapi ikatan almamater membuat mereka lebih dekat ketimbang saudara.
“Kami masuk STPDN tahun 1992. Artinya, sudah 30 tahun lebih kami berjalan dan mengenal,” kenang Rudi saat dikonfirmasi, Rabu (30/7/2025).
Waktu itu, kata Rudi, info pendaftaran STPDN ia dapatkan di SMA Negeri 1 Palu.
Dari ribuan pendaftar di Sulteng, cuma 16 yang lulus.
"Saya salah satunya," jelasnya.
Proses seleksi pun masih manual.
Rudi mengingat ujiannya masih menggunakan lembaran kertas koran.
Ia pun dinyatakan lolos, dan menjalani pendidikan keras dengan kedisiplinan tinggi.
Di kampus, semangat kolektif dan kekompakan menjadi nilai utama.
Di situlah jiwa korsa ditanam sejak dini.
“Tidak ada perbedaan. Semuanya sama. Satu ikatan," beber Rudi.
Pertemuan intens dengan Andi Darma terjadi menjelang penempatan pertama.
Saat itu, sambung Rudi, para praja muda dikumpulkan lebih dulu di provinsi.
“Kami masih umur dua puluhan. Badan masih ramping,” ucap Rudi sembari tertawa.
Penempatan pertama memisahkan mereka.
Rudi ditempatkan di Kabupaten Luwu, sementara Andi Darma di Kabupaten Bone.
Tapi takdir membawa mereka kembali bersama.
Pada tahun 2000, Andi Darma dipindahkan ke Luwu dan sejak saat itu hubungan mereka makin akrab.
“Setiap hari kami komunikasi. Mulai dari hal ringan sampai masalah-masalah berat. Bahkan kalau saya ragu dalam mengambil keputusan, saya pasti diskusi dulu dengan beliau,” ujarnya.
Menurut Rudi, persahabatan mereka tidak hanya berlangsung di ruang kerja atau urusan dinas.
Mereka saling mengenal karakter, memahami kekuatan dan kelemahan masing-masing.
Bahkan lebih dari itu, saling menasihati.
“Jadi lebih bijaklah sekarang. Kalau ada masalah, saya cerita ke Andi Darma. Kalau beliau bimbang, dia juga cerita ke saya. Karena kami tahu, yang kami kelola ini adalah manusia,” kata Rudi pelan.
Tahun 2014, Rudi menjadi Kepala Dinas untuk pertama kalinya di masa pemerintahan Bupati Andi Mudzakkar.
Sementara Andi Darma diangkat menjadi Kadis Dukcapil pada masa Bupati Basmin Mattayang.
“Saya duluan jadi kadis. Tapi beliau juga pernah menjabat sebagai Sekretaris KPU Luwu sebelum kembali ke pemerintahan daerah,” imbuhnya.
Rudi menyebut, perjalanan keduanya tak selalu mulus.
Perbedaan pendapat kerap terjadi.
Tapi, kata Rudi, itu hal biasa.
“Kami tetap menjaga hubungan persahabatan. Karena ini bukan hubungan sementara. Ini untuk seumur hidup," akunya.
Kini, tiga dekade berlalu sejak mereka pertama kali mengenakan seragam praja.
Banyak rekan mereka yang telah berpindah tugas ke berbagai penjuru negeri.
"Bahkan sudah ada yang menjadi profesor, ada yang bertugas di kementerian," bebernya.
Tapi Rudi percaya akan garis Tuhan
Ia tetap memilih Luwu sebagai ladang pengabdian.
“Saya ingat betul dulu tugas pertama naik motor Honda Win 100. Masih satu dulu Luwu. Jadi biasa ke Malili atau Masamba. Prinsipnya tetap melayani rakyat,” tutup Rudi sambil tersenyum.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.