Pernikahan
Istri Cerai Suami Setelah Terangkat Jadi PPPK di Jeneponto Sulsel
Kasi Bimas Kemenag Jeneponto, Baharuddin membongkar fenomena baru di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
TRIBUN-TIMUR.COM, JENEPONTO - Kasus perceraian di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan tak selalu dipicu konflik rumah tangga.
Salah satu penyebab mencuat ketika sang istri terangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Alasan istri mengajukan cerai, karena suami tidak memiliki pekerjaan tetap.
Fenomena ini terpantau di Kementerian Agama (Kemenag) Jeneponto, meski belum tercatat jumlah pastinya.
"Waktu dia (istri) belum mempunyai pekerjaan terlihat adem-adem saja, tapi setelah dia terangkat (PPPK) mungkin mereka menganggap bahwa saya ini ada pekerjaan sementara suamiku tidak punya, sampai dengan seenaknya mengajukan perceraian, ada yang saya lihat begitu, dan ini fenomena yang salah," kata Kasi Bimas Kemenag Jeneponto, Baharuddin via telepon, Jumat (25/7/2025).
Kasus lain penyebab perceraian adalah karena penempatan kerja yang berbeda.
Baca juga: Penyebab Putri Karlina Cerai, Sosok Diaz Suami Pertama Orang Berpengaruh
"Ada istri terangkat PPPK di Jeneponto sementara suami tetap kerja di Jakarta, istri tidak mau mengikut suami, juga tidak mau berhenti dari pekerjaannya sehingga selama tiga tahun tidak ada yang mengalah sampai ini perempuan mengajukan perceraian," jelasnya.
Situasi itu mencerminkan kuatnya posisi pekerjaan dan rela mempertaruhkan rumah tangga.
Selain itu, tidak memiliki keturunan juga menjadi alasan lain bercerai.
"Ada juga (istri) selama dia bersama dengan suaminya dia tidak punya momongan, itu yang saya lihat, sang perempuan mengaku masih produktif sehingga memilih berpisah," lanjutnya.
Lebih jauh, Baharuddin menilai perubahan kondisi ekonomi dapat mempengaruhi keharmonisan rumah tangga.
"Banyak begitu, disaat dia bahagia dia bahagia, tapi disaat dia susah dia tidak siap terima" bebernya.
Sebanyak 198 pria resmi menyandang status duda di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Angka itu berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Jeneponto sejak 1 Januari hingga 17 Juli 2025.
Panitera PA Jeneponto, Muhyiddin menyebut mayoritas kasus merupakan cerai gugat yang diajukan oleh pihak istri.
"Saya lihat yang cerai gugat ini mayoritas pihak perempuan, buktinya hingga saat ini yang masuk pengaduan ada 213, sementara laki-laki yang mengajukan hanya 53," ujarnya, Kamis (24/7/2025).
Dari jumlah itu, 158 kasus cerai gugat telah diputus, sementara cerai talak baru 40 kasus.
Muhyiddin mengatakan, penyebab perceraian didominasi pertengkaran dan komunikasi yang tidak harmonis.
Program Mitigasi Perceraian
Kemenag Jeneponto telah mengupayakan pembinaan sejak masa remaja hingga pasca pernikahan melalui berbagai program bimbingan.
"Kami di Kementerian Agama itu sudah ada program menjelang pernikahan, yang pertama namanya BRUS (Bimbingan Remaja Usia Sekolah), kita sudah berikan bimbingan itu kepada semua peserta calon pengantin," ungkapnya.
"Kemudian menjelang pernikahan itu ada Binwin (Bimbingan Perkawinan) kalau dalam bahasa sekarang itu anrong bunting, kita sudah ajarkan bagaimana berumah tangga yang baik, bagaimana menghadapi konflik, kita sudah benahi itu," sambungnya.
"Yang ketiga Bimbingan menikah pasca nikah, keluarga bimbingan keluarga Sakinah itumi bagaimana mereka mengelola ekonomi, memecahkan masalah, sebenarnya itu semua yang kita ajarkan," tuturnya.
Namun ia menilai, peran tokoh masyarakat perlu diperkuat karena lebih dekat dengan masyarakat.
"Jadi mungkin solusinya ini perlu pembenahan di para imam-imam, para anrong bunting itu karena dia banyak konsultasi, kalau kita di Kemenag hanya sepintas, satu hari dua hari selesai," katanya.(Tribun-Timur.com/Muh Agung Putra Pratama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.