Headline Tribun Timur
Premium Rp18 Ribu per Kg, Medium Rp14 Ribu
Beras premium sebelumnya Rp15 ribu kini Rp18 ribu sekilo. Sementara itu, beras medium dari Rp11 ribu menjadi Rp14 ribu per kilogram.
TRIBUN-TIMUR.COM - Beras di sejumlah daerah di Sulsel langka dan mahal, Senin (21/7).
Di sejumlah pasar tradisional di Makassar, harga per karung ukuran 25 kilogram kini Rp360 ribu hingga Rp400 ribu. Harga eceran mulai Rp12 ribu sampai Rp14 ribu per liter, tergantung kualitas.
Harga beras di Palopo juga naik beberapa pekan terakhir. Kenaikan mencapai Rp2.000-Rp3.000 per Kg untuk berbagai jenis beras, termasuk premium dan medium.
Beras premium sebelumnya Rp15 ribu kini Rp18 ribu sekilo. Sementara itu, beras medium dari Rp11 ribu menjadi Rp14 ribu per kilogram.
Beras langka dan mahal juga dirasakan warga Luwu. Kepala Dinas Perdagangan Luwu Ruslang membenarkan pasokan beras di sejumlah pasar menipis.
Baca juga: Bulog Salurkan 62 Ton Beras Untuk 32 Ribu Warga Kurang Mampu di Takalar
Demikian di Bulukumba, harga besar mengalami kenaikan signifikan, seiring menipisnya pasokan dari petani lokal.
Beras jenis Cihera dijual Rp12 ribu per liter, naik dari Rp11.500. Sementara beras jenis Bromo Rp13 ribu per liter.
Di Pasar Terong, Kecamatan Bontoala, Makassar, pedagang beras Hj Nira menyatakan harga beras terus naik sejak April lalu.
Saat ini, merek Mawar Melati dijual Rp360 ribu per 25 Kg, merek Jempol Rp375 ribu, dan merek Tiga Mawar sebagai yang tertinggi dijual Rp400 ribu per karung.
“Bertahap ini naik, Rp500 sampai Rp1.000 tergantung kualitas beras yang masuk,” ujar Nira, Senin (21/7).
Harga beras ukuran sama di kisaran Rp350 ribu. Ia menduga kenaikan harga disebabkan terbatasnya pasokan beras dari daerah produksi.
Adapun harga eceran di tingkat pasar, dijual mulai Rp12 ribu hingga Rp14 ribu per liter, tergantung kualitas.
Meski harga melonjak, Nira menyebut pembeli tetap datang karena beras kebutuhan pokok. Namun, sebagian konsumen mulai beralih mencari varian beras yang lebih murah.
“Ada yang tetap beli seperti biasa, tapi banyak juga yang mulai cari harga lebih rendah,” katanya.
Sementara itu, konsumen mengeluhkan mahalnya harga beras. Sari, menyebut kenaikan harga sangat memberatkan dan memaksa dirinya mengatur ulang anggaran belanja bulanan.
“Mau tidak mau tetap beli, karena ini kebutuhan pokok. Tapi harus sesuaikan lagi pengeluaran,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengendalikan harga beras agar tidak terus membebani masyarakat.
“Semoga pemerintah bisa segera bertindak. Kasihan masyarakat kalau harga terus naik,” kata Sari.
Beras Langka
Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Bulukumba, Mirza Meilani, membenarkan adanya lonjakan harga beras. “Harga beras Cihera naik dari Rp11.500 menjadi Rp12.000 per liter,” katanya.
Kenaikan harga ini terjadi secara merata di sejumlah pasar tradisional di Bulukumba. Menurut pedagang di Pasar Cekkeng, Afira, kelangkaan beras dari petani memaksa pedagang mendatangkan stok dari daerah lain. “Beras di petani sini langka, jadi kami beli dari Jeneponto,” ujarnya.
Kondisi ini memicu keluhan dari masyarakat, yang merasakan langsung dampak kenaikan harga.
“Sudah seminggu ini beras petani susah didapat, makanya harga di pasar ikut naik,” kata Musdalifa, warga Ujung Bulu.
Sementara itu, Kepala Perum Bulog Bulukumba, Farid Nur, menjelaskan beras dari petani banyak dijual ke mitra pengusaha Bulog saat panen sebelumnya, sehingga stok yang tersisa hanya cukup untuk konsumsi rumah tangga petani sendiri.
Bulog berencana segera mendistribusikan beras ke pedagang usai melaporkan situasi ini ke pusat.
Adapun masa panen padi berikutnya di wilayah Bulukumba diperkirakan masih berlangsung dalam dua bulan ke depan.
Saat ini sebagian petani baru mulai tanam, bahkan beberapa sawah dilaporkan terdampak banjir dan mengalami kerusakan irigasi.
Tak hanya beras, sejumlah bahan pangan lain juga mengalami kenaikan harga. Bawang merah kini dijual Rp30 ribu per kilogram dari sebelumnya Rp25 ribu.
Cabai besar naik dari Rp25 ribu menjadi Rp30 ribu per kilogram, dan cabai keriting melonjak dari Rp35 ribu menjadi Rp45 ribu per kilogram.
Harga Melonjak
Harga beras di Palopo naik beberapa pekan terakhir, mencapai Rp2.000 hingga Rp3.000 per Kg untuk berbagai jenis beras, termasuk premium dan medium.
Pedagang di Pusat Niaga Palopo (PNP), Wafiya Defiyana, menyatakan harga beras premium yang sebelumnya Rp15 ribu per kilogram kini Rp18 ribu per kilogram.
Sementara beras kualitas medium naik dari Rp11 ribu jadi Rp14 ribu per kilogram. “Sejak bulan lalu naik harga beras. Naiknya Rp2 ribu sampai Rp3 ribu per Kg,” kata Wafiya di PNP, Minggu (20/7).
Meski harga mengalami lonjakan, Wafiya mengaku permintaan dari konsumen justru meningkat.
Ia menilai beras merupakan kebutuhan pokok yang tetap dicari masyarakat.
Kondisi serupa terjadi di Pasar Rakyat Andi Tadda Palopo. Pedagang Andi Riyadi mengatakan kenaikan harga sudah terjadi selama dua bulan terakhir.
Ia menjual beras medium dengan harga Rp15.500 per kilogram, dari sebelumnya Rp12 ribu hingga Rp13 ribu. Sementara beras premium kini juga dijual Rp18 ribu per kilogram.
“Justru meningkat pembeli karena kebutuhan pokok. Hanya saja pembeli lebih memilih membeli beras yang murah,” ujar Andi.
Kenaikan harga beras ini membuat sebagian masyarakat mulai mencari alternatif bahan pangan lain lebih terjangkau.
Pemerintah daerah dan instansi terkait diharapkan melakukan pengawasan serta upaya stabilisasi harga guna menekan dampaknya terhadap masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Palopo Andi Enceng memastikan ketersediaan beras di wilayahnya dalam kondisi aman. “Untuk stok beras saat ini kami tidak kesusahan, stok sangat cukup,” katanya.
Ia menambahkan, Pemkot Palopo tengah mengambil sejumlah langkah menstabilkan harga beras di pasaran. “Secara bertahap harga akan terintervensi dengan penyaluran SPHP dan gerakan pangan murah,” jelasnya.
Selain itu, Pemkot Palopo juga menggelar program Mini Distribution Center (MDC) dua kali dalam sepekan.
“Ini mirip gerakan pangan murah tapi dalam skala lebih kecil. Kegiatan Senin dan Selasa di Pusat Niaga Palopo dan Pasar Andi Tadda,” katanya.
Pasar Diawasi
DPRD Palopo menyoroti lonjakan harga beras yang terjadi dalam dua bulan terakhir. Kenaikan harga dinilai tidak wajar memicu kecurigaan adanya praktik pengoplosan oleh oknum tertentu.
Wakil Ketua DPRD Palopo Alfri Jamil menyampaikan hal tersebut saat meninjau harga beras di Pusat Niaga Palopo (PNP) dan Pasar Rakyat Andi Tadda, Jumat (18/7) lalu.
“Kami mendapat banyak keluhan dari masyarakat terkait mahalnya harga beras. Setelah turun ke lapangan, kami temukan harga beras sangat bervariasi karena pasokannya berasal dari luar Palopo,” ujarnya.
Menurut Alfri, keterbatasan stok lokal turut memicu naiknya harga. Ia bahkan menduga ada oknum yang mencampur atau mengoplos jenis beras tertentu untuk dijual dengan harga lebih tinggi.
“Ini harga tertinggi dalam lima tahun terakhir. Kami menduga ada praktik pengoplosan beras yang membuat harga tidak terkendali,” kata politisi PDI Perjuangan itu.
Untuk menindaklanjuti temuan tersebut, DPRD Palopo akan memanggil sejumlah instansi terkait, termasuk Bulog, Dinas Perdagangan, dan Dinas Ketahanan Pangan.
Sementara itu, pihak Bulog membantah adanya kekurangan stok. Wakil Pimpinan Bulog Cabang Palopo, Viona Cheria, menyatakan, ketersediaan beras di gudang mencapai 8.000 ton, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Stok sangat mencukupi. Dalam waktu dekat, kami juga akan menyalurkan beras SPHP kepada para pedagang untuk membantu menekan harga di pasar,” ujarnya.
Keluhan Warga
Pembeli di pasar-pasar tradisional di Luwu keluhkan beras langka, khususnya jenis non-subsidi. Sejak awal Juli 2025, stok beras di sejumlah titik dilaporkan menipis.
Kepala Dinas Perdagangan Luwu Ruslang membenarkan adanya penurunan pasokan beras di pasaran.
Ia menilai kelangkaan terjadi karena beras yang dikelola Perum Bulog masih belum disalurkan ke pedagang.
“Beras langka di pasar gara-gara Bulog menampung, belum menyalurkan ke pedagang,” ujarnya, Sabtu (19/7).
Pemerintah Luwu telah menggelar rapat bersama Bulog, Sabtu (5/7), untuk membahas persoalan ini. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Bupati Luwu.
"Bulog Cabang Palopo tidak berani menyalurkan kalau tidak ada petunjuk dari pusat. Itu alasan mereka,” jelasnya.
Ruslang menambahkan, sejauh ini Dinas Perdagangan hanya bisa mendorong percepatan distribusi beras melalui program-program, seperti Gerakan Pangan Murah (GPM) atau pasar murah yang bekerja sama dengan Bulog.
Ia memperkirakan, kebutuhan beras di masing-masing pasar di Luwu mencapai dua ton per minggu.
Sementara itu, Kepala Bulog Cabang Palopo, Hadir Alamsyah, mengatakan bahwa penyaluran beras melalui Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) masih menunggu koordinasi lebih lanjut dengan instansi terkait.
"Penyaluran SPHP tergantung dari dinas. Misalnya, kalau ada program Gerakan Pangan Murah, kami pasti ikut menyalurkan,” jelas Hadir.
Ia menambahkan, distribusi beras di pasar-pasar dilakukan bekerja sama dengan mitra pasar yang ditunjuk oleh Dinas Ketahanan Pangan.
Salah satunya telah dilakukan di Pasar Sentral Palopo dengan jumlah sekitar dua ton. Kebutuhan di wilayah Luwu pun diperkirakan tidak jauh berbeda.
“Kami juga sudah menjalin komunikasi dengan Dinas Ketahanan Pangan terkait rencana penyaluran bulan ini,” tambahnya.
Selain program SPHP, menurut Hadir, Bulog juga masih memiliki alokasi bantuan pangan untuk bulan Juni dan Juli yang akan segera disalurkan ke masyarakat.
Penggilingan Luwu
Perum Bulog akan membangun kompleks sentra penggilingan padi di Luwu. Pembangunan ini hasil kerja sama Pemda Luwu, resmi ditandai lewat penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Kantor Pusat Bulog, Jakarta, Jumat (18/7) lalu.
Wakil Direktur Utama Perum Bulog, Mayjen TNI (Purn) Marga Taufik menyebut, kompleks tersebut akan menjadi yang terbesar di luar Pulau Jawa jika terealisasi.
“Luwu merupakan salah satu sentra produksi padi di Sulsel. Dengan adanya fasilitas ini, daya saing produksi beras di kawasan timur Indonesia akan meningkat signifikan,” kata Marga.
Ia menambahkan, pembangunan ini mendukung fungsi utama Bulog sebagai BUMN dalam menjaga ketersediaan pangan nasional, keterjangkauan harga, serta stabilitas pasokan melalui program-program seperti SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan).
Sementara itu, Bupati Luwu, Patahuddin, mengapresiasi langkah strategis Bulog dan menilai kerja sama ini dapat mengubah posisi Luwu dari sekadar penghasil gabah menjadi produsen beras siap edar.
“Selama ini Luwu hanya dikenal sebagai penghasil gabah. Dengan penggilingan padi ini, kami berharap Luwu bisa naik kelas,” ujarnya.
Untuk mendukung proyek ini, Pemkab Luwu telah menyiapkan lahan seluas 5 hektare atau 50.000 meter persegi yang berlokasi di Desa Baramammase, Kecamatan Walenrang.
Selain proyek pembangunan, Bupati Patahuddin juga berharap Bulog segera menyalurkan program SPHP ke Luwu guna menekan kelangkaan dan harga beras yang tengah dikeluhkan warga.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.