Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Guru Besar Unhas Kecewa Cara Pemerintah Atas Lonjakan Harga Beras

Harga beras premium saat ini melonjak dari Rp13 ribu per Kilogram menjadi Rp17 ribu di Sulsel.

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Alfian
Tribun-Timur.com
BERAS NAIK - Harga beras di Sulsel naik. Pengamat Unhas soroti tingginya nilai kenaikan beras. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Pengamat Kebijakan Publik Unhas Prof Sangkala menyoroti kenaikan harga beras di Sulawesi Selatan (Sulsel).

Harga beras premium saat ini melonjak dari Rp13 ribu per Kilogram menjadi Rp17 ribu.

Prof Sangkala mengatakan, dalam kondisi seperti ini, masyakarat yang akan terdampak.  

Sehingga perlunya responsif dari pemerintah untuk memastikan persoalan tersebut dapat diatasi. 

"Seharusnya lebih cepat respon, responsif itu kan. Cepatan untuk merespon peristiwa yang terjadi di daerah karena sudah terungkap bahwa ada oplosan dan sebagainya," katanya, Selasa (22/7/2025).

"Karena yang dirugikan itu kan masyarakat. Nah, tugas mereka itu kan menindungi masyarakat," tambah dia.

Baca juga: Harga Beras Melonjak, Pengamat Nilai Ada Pemain di Dalamnya

Guru Besar Ilmu Administrasi Fisip Unhas, Prof Sangkala MSi dalam Podcast Sekolah Birokrasi Tribun Timur.
Guru Besar Ilmu Administrasi Fisip Unhas, Prof Sangkala MSi dalam Podcast Sekolah Birokrasi Tribun Timur. (Tangkapan layar Youtube Tribun Timur)

Kondisi harga beras yang mengalami lonjakan dan adanya dugaan beras beras oplosa terjadi karena ada dugaan pihak-pihak tertentu ikut memanfaatkan.  

Sehingga, kata dia, peran Pemerintah dan Bulog sangat dibutuhkan untuk mengatasi hal tersebut.

"Iya kan tugas pemerintah kalau tidak stabil kan dan Bulog intervensi di lapangan. Soalnya kalau oplosan kan berarti ada kecurangan, kan. Ada mafianya di situ," ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah harusnya menjamin kesejahteraan masyarakat.  

Salah satunya dengan responsif agar tidak membiarkan masalah terus terjadi di tengah masyarakat.  

"Nah, itu dia, itu yang kurang responsif kan. Kalau katanya pemerintahnya, kalau pemerintahnya yang baik kan harus akuntabel, transparan. Akuntabel itu berarti harus tertanggung jawab sama masyarakat," ujarnya. 

Olehnya itu, Gubernur, kata dia, harus responsif dengan persoalan beras yang dihadapi masyarakat.  

"Pemprov Sulsel kan ada instrumennya, apalagi terjadi di wilayahnya, harus berkoordinasi dengan kaupaten kota. Supaya jangan dibuat berlarut. Karena ini masyarakat membeli sesuatu yang tidak sesuai dengan kualitas," jelasnya

"Kan begini, budayanya pemerintah itu berpadu pada perintah atas. Kalau misalnya tidak perintah, ya tidak bergerak juga. Makanya itu membutuhkan responsifitas daripada Kepala Daerah itu diwujudkan dalam bentuk instruksinya," tambah dia.  

Kepala Dinas Perindag Sulsel, Ahmadi Akil mengatakan, pihaknya belum menerima informasi terkait tren kenaikan harga beras, meskipun sebagian besar pengendalian harga masih menjadi ranah kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan).

“Terkait harga beras naik, kami juga dimungkinkan untuk mengurus harga pasar, tapi lebih banyak diurus oleh Gapoktan. Namun kami tetap melakukan pemantauan,” katanya saat dihubungi Tribun Timur, Senin (21/7/2025).

Ia mengaku, apabila ditemukan indikasi kenaikan harga yang tidak wajar, Disperindag akan segera mengambil langkah konkret untuk menstabilkan harga di pasar.

“Kalau ada info kenaikan, pasti akan kami tindak lanjuti. Insyaallah besok kami akan panggil seluruh anggota untuk melihat secara persis bagaimana situasi lapangan saat ini,” ujarnya.

Adapun kata Ahmadi Akil, pihaknya setiap hari menerima laporan dari petugas pemantau harga kebutuhan pokok di lapangan. 

Berdasarkan data sementara, kondisi harga masih tergolong stabil dan kenaikan yang terjadi masih dalam batas wajar.

“Sampai saat ini, saya lihat laporan per harinya masih wajar-wajar saja. Artinya, kalau ada kenaikan, masih dianggap sebagai dinamika pasar. Tidak ada kenaikan yang fluktuatif atau signifikan,” ungapnya.

Lanjut Ahamdi Akil, kenaikan harga baru dianggap tidak wajar jika terjadi secara terus menerus setiap bulan tanpa adanya faktor pemicu yang jelas.

“Kecuali tiap bulan ada kenaikan terus-menerus, itu baru hal yang tidak wajar dan harus ditangani secara khusus,” jelasnya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved