Opini Irman Yasin Limpo
Menatap Pendidikan Sulsel: Optimisme yang Harus Dijaga
Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SMA/SMK Sulsel naik dari 63 persen pada 2019 menjadi 69 persen di 2024.
Digitalisasi ini juga menyentuh pelaporan BOS, absensi dan rapor mutu satuan pendidikan. Pengembangan digitalisasi sebagai budaya pendidkan juga telah tercermin dengan berbagai program pada dinas pendidikan sulsel, e-panrita, smart scholl dan sebagainya.
Kelima, Menipiskan kesenjangan swasta dan Negeri di SPMB 2025, rasio rombel pada sekolah negeri sudah mulai terstandarisasi sesuai dengan keberadaan kelas dan kemampuan guru di sekolah negeri. Disi lain sekolah swasta terus bertumbuh dengan berbagai layanan pendidikan yang semakin berkualitas dan mempunyai “pasar” sendiri di masyarakat.
Beberapa sekolah swasta telah menutup penerimaan siswa disaat pendaftaran sekolah negeri belum dimulai dan beberapa sekolah swasta telah meningkat penerimaan siswanya dibanding tahun sebelumya.
Alokasi bantuan fisik maupun non fisik mulai tersalur ke sekolah swasta dengan proporsi yang lebih besar, semoga hal ini bisa menumbuhkan procedure yang tanpa Kolusi dan hal hal tdk berintegritas lainnya.
Ke enam, lulusan yang terserap di PTN dan PTS, Meningkatnya lulusan Sekolah Menengah Atas tertampung di PTN dan PTS ternama. mengindikasikan bahwa standart lulusan sebagai bagian dari penilaian kualitas semakin membaik.
Malah dibeberapa sekolah swasta ternama menembus ke luar negeri dan ada siswa yang lolos bersamaan di beberapa universitas terbaik yang ada di pulau jawa. Walaupun kondisi ini masih banyak lulusan SMA negeri terterima di politeknik, yang sebaiknya di dominasi oleh lulusan SMK.
Ketujuh, Penanaman karakter keagamaan, walau masih premature pelaksaaannya namun telah berupaya “me-mainstream-kan” kitab suci keagamaan pada masing masing siswa dan guru.
Hal ini merupakan langkah “drensiasi” ditengah kebosanan kurikulum nasional dan distrupsi informasi yang bisa menggoyahkan keyakinan para siswa dan guru.
Semoga hal ini juga sebagai sarana memahamkan pentingnya toleransi dan de-radikalisasi.
Namun demikian, tantangan tidak boleh diabaikan.
Kesenjangan antarwilayah dan kesenjangan antar sekolah masih terjadi.
Di pesisir dan pegunungan, akses internet, motivasi dan kualitas tenaga pengajar, dan infrastruktur sering kali tertinggal.
Stunting dan kemiskinan anak juga berdampak pada kesiapan belajar.
Masih adanya label sekolah favorit dan non favorit.
Para stakeholder utamanya legislator dan institusi lain, masih berpandangan kepentingan sesaat dan tidak komprensif, ditambah lagi tidak meratanya pembiayaan dana pendidikan seperti DAK, revitaslisasi serta bansos, cenderung yang mendapatkannya hanya itu saja dan harus dengan akses tertentu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.