Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pesta Pernikahan Anak Dedi Mulyadi

Maula Akbar Putra Dedi Mulyadi Salahkan Sosok Lain, Biang Kerok Masalah

Maula Akbar dan Putri Karlina menyampaikan turut berduka cita dan meminta maaf kepada seluruh korban.

Editor: Ansar
Kolase Tribun-timur.com
PUTRI KARLINA NANGIS - Putri Karlina dan Maula Akbar menyambangi rumah Vania, korban tewas dalam pesta rakyat pernikahan anak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Suaranya bergetar dan kepala tertunduk saat menyampaikan maaf sambil memegang tangan ibu Vania. 

Masa Kecil Dedi Mulyadi

Lahir dari keluarga sederhana di Subang pada 11 April 1971, Dedi kecil pernah bersusah payah hanya untuk bisa makan.

Ayah Dedi, Ahmad Suryana, adalah purnawirawan tentara dengan pangkat terakhir prajurit kader. Sang ayah hanya bisa berkarya di kemiliteran sampai usia 28 tahun karena sakit, diduga diracun mata-mata Belanda.

Suryana kemudian bekerja di perkebunan, itu pun tak lama karena ia tak ingin bersekongkol menjual pupuk secara ilegal.

Sejak saat itu, ibu Dedi, Karsiti, yang mengambil alih tanggung jawab mencari nafkah. Dari mulai jadi kuli tandur sampai nyangkul. 

Dedi kecil terbiasa makan sederhana. Ikan asin adalah menu istimewa yang hanya bisa dinikmati pada tanggal 1-5 kalender muda. Selebihnya ia akan kembali makan dengan garam.

“Garam dikasih bawang, terus disimpan di toples. Makanan ini yang dibagikan pada sembilan anak. Terkadang malam hari saya diajak cari belalang untuk teman nasi,” tuturnya kepada Kompas.com.

Jualan Es Mambo dan Kuli Angkut
 
Karena itulah untuk jajan, Dedi kecil harus bekerja keras.

Misal, jika ingin es mambo, maka ia akan jualan es mambo terlebih dulu sebanyak satu termos es. 

“Dulu ke Mang Rozak, biar dapat 5 es harus jualan 50 es mambo dulu. Jualannya laku. Terus saya berpikir sayang kalau sisa 5 es saya makan. Akhirnya saya jual juga. Jadi saya tetap tidak makan es,” ucap Dedi sambil tertawa.

Begitu pun saat ia ingin bermain layang-layang, ia akan jualan layang-layang. Namun uang hasil jualan ia serahkan kepada Ibunya.

Di luar jualan tersebut, Dedi mendapatkan uang dari penjualan kayu bakar yang dia kumpulkan sepulang sekolah. Bahkan ia pun menjadi kuli pikul batu bata demi bisa mendapatkan baju baru untuk lebaran.

“Satu batu bata dibayar 1 perak. Saya kuat angkut 10 biji. Ngangkutnya sekitar 5 kilometer dari hutan. Uangnya ini buat beli baju,” kenang dia.

Merengek Minta Domba

Sepanjang Ingatan Dedi, jarang dia merengek. Rengekan yang ia ingat adalah saat dirinya ingin mendapatkan dua ekor domba untuk digembala.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved