Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Iptu Andi Sri Ulva Baso Pernah Dilarang Ayahnya Jadi Polisi karena Banyak Peluang Korupsi

Iptu Andi Sri Ulva Baso, polwan yang kini tersohor karena membuat terobosan gerakan antikorupsi di institusi kepolisian, ternyata sempat dilarang

Editor: Edi Sumardi
TANGKAPAN LAYAR VIDEO YOUTUBE.COM/DIVISI HUMAS POLRI
TERIMA PENGHARGAAN - Paur Fasmat SBST Subdit Regident Ditlantas Polda Sulsel, Iptu Andi Sri Ulva Baso yang meraih penghargaan Hoegeng Awards 2025 dan diserahkan di Auditorium Mutiara STIK-PTIK Polri, Jakarta Selatan, Rabu (16/7/2025). Dia meraih penghargaan itu setelah membuat Meja Tanpa Laci sebagi upaya memerangi suap di lingkungan Polri. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Iptu Andi Sri Ulva Baso, polwan yang kini tersohor karena membuat terobosan gerakan antikorupsi di institusi kepolisian, ternyata sempat dilarang jadi polisi oleh ayahnya.

Namun, Sri Ulva Baso tetap ngotot.

"Ayah waktu itu beralasan, polisi itu banyak sekali peluangnya untuk korupsi," demikian cerita dari Sri Ulva Baso yang dikutip dari laman Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK) spakindonesia.org, Kamis (17/7/2025).

SPAK adalah sebuah gerakan diinisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melibatkan perempuan dalam upaya pencegahan korupsi.

Gerakan ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi sejak dini, terutama di lingkungan keluarga dan masyarakat.

SPAK juga merupakan bagian dari program pencegahan korupsi yang dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga di Indonesia. 

Pada tahun 2015, Sri Ulva Baso ikut Training of Trainer (ToT) antikorupsi yang digelar SPAK di Sorong, Papua Barat Daya.

Dia ikut sebagai perwakilan dari Polsek Panakkukang, Makassar.

Saat itu, pangkatnya masih Brigadir Polisi Kepala (Bripka).

ToT itu menjadi awal titik balik dalam hidup Sri Ulva Baso.

Baca juga: Sosok Iptu Andi Sri Ulva Baso Polisi Makassar Jual Mobil dan Motornya karena Dibeli Pakai Uang Haram

Dulu, sebelum ikut ToT ini, dia mengakui pernah menerima uang dari warga yang berurusan dengan polisi.

"Saya bukan polisi yang mengayomi masyarakat, saya polisi yang minta uang dari rakyat. Padahal mereka mungkin lebih susah hidupnya dari saya," demikian ceritanya di laman spakindonesia.org.

"Bayangkan saja, beberapa hal yang masuk dalam kategori korupsi sudah pernah saya lakukan! Saya menerima 'amplop' dari masyarakat yang mendapat pelayanan dari unit kerja saya. Tidak saja menerima, tapi saya berbagi uang haram itu dengan kolega saya yang lain." 

Namun, saat ikut ToT, dia merenungkan seluruh perbuatan korupnya itu.

Dia pun tak bisa tidur nyenyak karena diselimuti rasa bersalah.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved