Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

'Aura Farming Kid on the Boat', Jalur Berlayar dan Mendunia

Indonesia dalam warisan budaya sudah menjadi identitas bangsa, seperti seni, kuliner, pakaian adat, upacara adat dan tradisi lokal yang mesti dijaga.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Muhammad Akbar Ketua Kaderisasi PMII Cabang Barru 

Oleh: Muhammad Akbar

Ketua Kaderisasi PMII Cabang Barru

TRIBUN-TIMUR.COM - INDONESIA merupakan negara yang cukup terkenal akan keberagaman budayanya, kekayaan budaya yang tak ternilai sehingga mencerminkan Indonesia menjadi negara beragam dari segi suku, adat istiadat, bahasa, seni, dan tradisi.

Indonesia dalam warisan budaya sudah menjadi identitas bangsa, seperti seni, kuliner, pakaian adat, upacara adat dan tradisi lokal yang mesti dijaga dan dilestarikan.

Dalam konteks budaya di Indonesia, UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) telah mengakui beberapa seni  dan budaya Indonesia, seperti wayang kulit, angklung, batik, tari saman, dan tari kecak.

Hingga karya  sastra terpanjang pun dimiliki dan diakui oleh dunia, yang dikenal dengan Kitab I La Galigo (Epos Bugis) karya sastra terpanjang di dunia, yang dikumpulkan oleh Benjamin Frederik Matthes dan dibantu oleh seorang perempuan cendikiawan Bugis keturunan Melayu dalam penyusunan karya tersebut. 

Indonesia hari ini kembali menghebohkan Dunia lewat “Aura Farming”, istilah ini sering digunakan untuk menjelaskan cara seseorang menampilkan versi paling keren dari dirinya.

Istilah ini seketika mendunia lewat aksi heroik Rayyan Arkan Dikha, atau yang akrab disapa Dika.

Dika menarik perhatian dunia saat melakukan tarian mendayung di atas jalur, dalam lomba perahu tradisional pacu jalur.

Sebutan jalur adalah sebutan untuk perahu Panjang khas Kuantan Singingi, Riau.

Dalam perkembangannya sampai saat ini, jalur digunakan sebagai ajang festival perlombaan yang dikenal dengan lomba pacu jalur, hingga hari ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Rantau Kuantan.

Tradisi pacu jalur yang mendunia hari ini merupakan bentuk tradisi yang sudah sejak lama dilestarikan oleh masyarakat Rantau Kuantan, yang sekarang dikenal sebagai kabupaten Kuantan Singingi.

Tradisi pacu jalur ini, tidak hanya sekadar mempertontonkan kecepatan antara perahu, namun tradisi ini sudah lama berakar di kalangan masyarakat Rantau Kuantan.

Biasanya tradisi pacu jalur ini dilakukan di waktu-waktu tertentu, seperti hari raya umat muslim, dan hari raya kemerdekaan.

Namun sebelum islam dipeluk oleh masyarakat setempat,  saat pengaruh kolonial Belanda, pacu jalur juga digunakan untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina, yang merupakan ratu asal Belanda yang memerintah dari tahun 1890-1948.

Sejarah Pacu Jalur

Sebelum dijadikan ajang festival atau perlombaan, masyarakat Rantau Kuantan menyebutnya jalur.

Jalur mempunyai arti yaitu perahu, yang merupakan satu-satunya transportasi yang digunakan masyarakat Rantau Kuantan pada waktu itu.

Sejarah Pacu jalur dimulai pada abad ke-17, yang dimana masyarakat setempat dalam hal ini, warga desa Rantau Kuantan menjadikan perahu sebagai transportasi utama, daerah ini terletak di sepanjang sungai Kuantan.

Perahu dijadikan transportasi utama waktu itu, karena belum mempunyai transportasi darat, sehingga semua kebutuhan masyarakat waktu itu, harus melalui jalur sungai dan menggunakan perahu sebagai alat transportasi, dalam satu perahu biasanya bermuatan 40-60 orang yang ditumpang.

Dalam perkembangannya, jalur-jalur diberikan corak dan ukiran agar kelihatan indah dan menarik, dan waktu itu jalur sudah beralih fungsi, yang awalnya menjadi alat transportasi kebutuhan keseharian warga, kemudian menjadi suatu identitas sosial.

Sebab, hanya penguasa, bngsawan dan raja-raja yang memiliki jalur yang mempunyai hiasan.

Dengan adanya transportasi darat, warga Rantau Kuantan melihat sisi lain yang membuat keberadaan jalur yang awalnya menjadi alat transportasi utama warga setempat, sehingga menjadikan jalur semakin menarik.

Demi identitas sosial yang mesti mereka pertahankan dan lestarikan, sehingga warga Rantau Kuantan menggelar acara festival dan lomba adu kecepatan antara jalur untuk merawat identitas sosial mereka, yang hingga saat ini dikenal dengan nama Pacu Jalur.

Warna warni pakaian adat yang dikenakan dalam festival tersebut, serta suara meriam sebagai penanda dimulainya lomba, hingga penari pacu jalur tersebut, menjadikan budaya lokal ini dilirik oleh Dunia.

Warisan Budaya Mendunia

Warisan budaya tidak henti-hentinya mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional.

Fenomena Aura Farming ini memantik rasa penasaran orang-orang di berbagai negara, khususnya penari pacu jalur yang tidak henti-hentinya memberi penampilan yang selalu membuat orang-orang di berbagai negara menantikan aksinya.

Lewat Gerakan cool ala bocah pendayung di atas jalur sambil diiringi lagu menjadikan daya tarik tersendiri dengan tradisi kepunyaan Riau ini.

Tradisi yang menjadi identitas sosial masyarakat Riau ini, akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian Dunia.

Setelah salah satu klub sepak bola terbesar di Prancis yaitu, Paris Saint Germain (PSG), memposting selebrasi para pemainnya dalam mencetak gol, yang menirukan Gerakan khas penari pacu jalur, dalam hal ini Rayyan Arkan Dikha, yang auranya sampai ke kanca internasional.

Suatu kebanggaan yang luar biasa bagi Indonesia, suatu warisan budaya yang menjadi identitas sosial warga Riau.

Lewat pacu jalur, Indonesia dikenal di kancah Internasional sebagai identitas budaya.

Momentum seperti ini tidak bisa dilewatkan oleh penduduk setempat, tradisi tersebut bisa menjadi peminat negara lain untuk hadir menyaksikan langsung pacu jalur tersebut, apalagi tidak lama lagi Indonesia memperingati HUT RI ke-80.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved