3 Cowok di Maros Sulsel Gagal Nikah Muda, Penyebab Diungkap DP3A
Kepala DP3A Maros, Zulkifli Riswan Akbar, mengatakan faktor budaya menjadi penyebab utama terjadinya perkawinan anak di Maros.
TRIBUN-TIMUR.COM – Tiga anak laki-laki di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan gagal nikah muda.
Mereka sudah mengajukan dispensasi nikah ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Maros, Januari–Juni 2025.
Mereka ajukan dispensasi nikah lantaran usianya belum mencapai batas usia menikah ditetapkan pemerintah.
Pada tahun 2024, tercatat 11 kasus perkawinan anak, terdiri dari sembilan anak perempuan dan dua laki-laki.
Kepala DP3A Maros, Zulkifli Riswan Akbar, mengatakan faktor budaya menjadi penyebab utama terjadinya perkawinan anak di Maros.
“Misalnya, orang tua langsung menerima lamaran karena takut tidak ada lagi yang datang kalau ditolak. Itu jadi faktor dominan,” katanya, Selasa (15/7/2025).
Selain budaya, kehamilan di luar nikah juga turut mendorong anak-anak menikah sebelum waktunya.
Untuk mencegah hal tersebut, DP3A Maros membentuk Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) di sekolah menengah.
“Di sana, anak-anak diberi pemahaman bahwa peran mereka saat ini adalah belajar, bukan menikah,” jelasnya.
Baca juga: Kenapa Nikah Muda? Ini Fakta di Balik 29 Kasus Pernikahan Dini di Bone dan Luwu 6 Bulan Terakhir
DP3A juga memberikan edukasi kepada keluarga melalui penyuluh, terutama soal pentingnya kesiapan usia dalam membina rumah tangga.
“Usia dini dianggap belum matang untuk membentuk keluarga secara langsung,” ujarnya.
Mantan Camat Turikale itu menjelaskan menikah di usia anak membawa dampak buruk dari berbagai sisi.
Secara kesehatan, tubuh anak belum stabil secara biologis untuk menghadapi kehamilan.
Dari sisi pendidikan, pernikahan menyebabkan anak putus sekolah.
Sedangkan secara ekonomi, umumnya mereka belum bekerja dan belum memiliki ijazah yang menjadi syarat utama dunia kerja.
“Pernikahan di usia anak itu membawa risiko besar. Mereka belum punya kesiapan mental dan ekonomi,” bebernya.
Undang-undang mengatur bahwa usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan.
Namun secara ideal, menurutnya, usia menikah yang tepat adalah 20 sampai 21 tahun agar anak memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan diri.
Tiga permohonan dispensasi nikah yang diajukan tahun ini telah dikaji oleh DP3A dan seluruhnya direkomendasikan untuk ditolak.
Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan Pengadilan Agama.
“DP3A hanya memberi rekomendasi berdasarkan hasil konseling. Tapi yang memutuskan adalah pengadilan, tergantung hasil sidang dan pertimbangan lain,” jelasnya.
Panitera Pengadilan Agama Maros, Muhammad Ridwan, menyebut pihaknya hanya menerima satu permohonan dispensasi nikah sepanjang 2025.
“Yang mengajukan pihak perempuan dan sudah selesai disidangkan. Diputuskan untuk dilanjutkan,” kata Ridwan.
Dalam proses dispensasi, ada beberapa pertimbangan yang dinilai, mulai dari kepentingan terbaik anak hingga budaya dan kebiasaan masyarakat.
Bahaya nikah muda
Pernikahan muda atau menikah di usia terlalu dini (umumnya di bawah 19 tahun) memiliki berbagai risiko dan bahaya, baik dari sisi fisik, psikologis, sosial, hingga ekonomi.
Meski sebagian orang bisa menjalani pernikahan muda dengan baik, banyak kasus menunjukkan bahwa pernikahan dini cenderung lebih rentan terhadap masalah serius.
1. Risiko Kesehatan Ibu dan Anak
Tubuh remaja belum berkembang optimal untuk kehamilan dan persalinan.
Risiko komplikasi seperti preeklamsia, kelahiran prematur, atau bayi berat lahir rendah (BBLR) lebih tinggi.
Angka kematian ibu dan bayi lebih tinggi pada kehamilan usia remaja.
2. Kematangan Emosional Belum Stabil
Pasangan muda masih dalam fase mencari jati diri.
Rentan konflik karena kurangnya kemampuan komunikasi, mengelola emosi, dan menyelesaikan masalah.
Emosi yang belum matang bisa menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau perceraian.
3. Risiko Putus Sekolah
Banyak pasangan muda harus berhenti sekolah karena kehamilan atau tuntutan rumah tangga.
Putus sekolah memperkecil peluang kerja yang baik, berujung pada kemiskinan struktural.
4. Ketergantungan Finansial
Usia muda biasanya belum mapan secara ekonomi.
Ketergantungan pada orang tua atau pihak lain bisa menyebabkan tekanan rumah tangga.
5. Peluang Cerai Lebih Tinggi
Data BPS dan Kementerian PPA menunjukkan bahwa pernikahan usia muda memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang menikah di usia dewasa.
6. Kerentanan terhadap Kekerasan dan Eksploitasi
Banyak perempuan yang menikah muda tidak punya posisi tawar dalam rumah tangga.
Rentan menjadi korban KDRT, pemaksaan seksual, atau eksploitasi ekonomi. (*)
Wansus Aliah Si Pembawa Baki Bendera Pusaka di Upacara Penurunan Bendera HUT RI 17 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Sulsel Genjot Pembentukan TTIS di 22 Daerah, Target Rampung September |
![]() |
---|
Annar Blak-blakan Dimintai Rp5 Miliar Oknum Jaksa, Pengacara Siap Laporkan Dugaan Kriminalisasi |
![]() |
---|
4 Tahanan Politik Sorong Jalani Sidang Perdana di Makassar, Pemindahan Picu Aksi Protes |
![]() |
---|
KPU Sulsel Gandeng Disdik Siap Gelar Pemilihan OSIS SMA/SMK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.