Ngopi Tribun Timur
Andi Muh Aris: Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Berpotensi Partisipasi Masyarakat Menurun
Dalam putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 memisahkan antara pemilu daerah dan nasional dengan rentan waktu paling singkat 2 tahun.
Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan Pemilu nasional dan daerah tak hanya memicu perdebatan hukum dan politik, tetapi juga membawa dampak langsung terhadap strategi kampanye dan partisipasi publik.
Dalam putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 memisahkan antara pemilu daerah dan nasional dengan rentan waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Konsultan Politik Andi Muh Aris mengatakan, keputusan ini mengubah metode pendekatan antara partai politik dan masyarakat.
“Ini memberi gambaran baru bagi kami para konsultan politik. Metodologi harus berubah, termasuk strategi mendekatkan partai dengan masyarakat,” katanya saat ngobrol Politik di Kantor Redaksi Tribun Timur, Kota Makassar, Sabtu (12/7/2025).
Menurutnya, tantangan terbesar dari pemisahan ini adalah penurunan partisipasi, terutama dari kalangan kader partai.
Ia khawatir pemisahan antara pemilu nasional dan daerah dapat melemahkan antusiasme publik dan internal partai.
“Tantangan terberat adalah partisipasi kader, khususnya saat memilih anggota DPR RI dan DPRD. Kalau Pemilu nasional gagal mendulang partisipasi, dampaknya langsung ke Pemilu lokal,” ujarnya.
Aris mencontohkan rendahnya partisipasi dalam Pilkada Palopo karena melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
Bagi dia, hal ini adalah sinyal bahaya bagi demokrasi karena inti demokrasi adalah keterlibatan aktif warga negara.
“Seberapa kuat stakeholder pemilu, seperti KPU dan partai politik, untuk bisa mendatangkan pemilih ke bilik suara? Ini tantangan serius,” ungkapnya.
Dipisahnya Pemilu, kata Aris juga akan menghilangkan coattail effect atau efek ekor jas dalam sistem pemilu.
Dalam pemilu serentak sebelumnya, kandidat presiden dapat memberikan efek elektoral kepada caleg di semua tingkatan.
Namun, hal ini tak akan terjadi lagi jika pemilu dipisahkan.
“Struktur serentak kemarin memberikan efek. Misalnya, Muhaimin Iskandar punya pengaruh ke caleg DPR RI maupun DPRD," kata dia.
"Kalau sekarang dipisah, coattail effect itu hilang. Ini membuat PKB harus memastikan kadernya maju di semua level Pilkada,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa partai, khususnya DPP PKB, harus segera menyiapkan strategi baru yang lebih menyeluruh dan ekstra dalam menghadapi tantangan tersebut.
Salah satunya adalah memetakan wilayah mana saja yang paling potensial untuk menopang suara pusat.
“Karena reversal coattail effect tidak bisa lagi diharapkan, DPP harus jeli melihat DPW mana yang bisa menyumbang suara. Tidak ada lagi ketergantungan pada efek nasional,” jelasnya.
Wakil Pemimpin Redaksi Tribun Timur, AS Kambie, turut menanggapi pemaparan Aris dan menyebut ada lima catatan penting dari perspektif konsultan politik.
“Pertama, metodologi konsultan akan berubah, terutama dalam menasihati elite partai dan mendekatkan mereka ke konstituen,” katanya.
Menurutnya, jika dulu cukup dengan mengandalkan tokoh pusat yang punya pengaruh kuat, maka dengan keputusan MK ini, partai akan terdorong merekrut lebih banyak tokoh-tokoh lokal yang relevan dan dikenal di daerah.
“Putusan MK ini akan mendorong partai mencari lebih banyak tokoh di daerah karena coattail effect dari pusat tidak lagi bisa diandalkan,” jelasnya.(*)
Pilkada Makassar Sisa 5 Hari Lagi, Andi Rachmatika Dewi: Pilih Anak Muda yang Berpengalaman |
![]() |
---|
85 Anggota DPRD Sulsel Bersatu Demi Kepentingan Rakyat |
![]() |
---|
Cicu: DPRD Sulsel Fokus Pengawasan dan Kualitas Pelayanan Publik |
![]() |
---|
Cicu: Perempuan di Dunia Politik Bukan Hal Tabu Lagi |
![]() |
---|
KPU Sulsel: Penyelenggara Pemilu Harus Netral, Pelanggaran Dikenakan Sanksi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.