Fraksi Demokrat Protes Keras Pemprov Sulsel, Rincian Utang DBH Dirahasiakan
Ketua Fraksi Demokrat, Fatma Wahyuddin, menilai jawaban yang disampaikan Pemprov Sulsel terlalu umum.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Fraksi Partai Demokrat DPRD Sulsel tak puas atas jawaban Pemerintah Provinsi Sulsel terkait utang Dana Bagi Hasil (DBH) ke kabupaten/kota.
Hal itu disampaikan setelah mendengarkan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulawesi Selatan 2025–2029.
Dalam rapat paripurna tersebut, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman tidak hadir secara langsung.
Ia mengutus Wakil Gubernur Sulsel, Fatmawati Rusdi untuk menyampaikan jawaban resmi Pemprov Sulsel di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Selasa (8/7/2025) malam.
Ketua Fraksi Demokrat, Fatma Wahyuddin, menilai jawaban disampaikan Pemprov Sulsel terlalu umum.
Menurutnya, jawaban itu tidak memberikan rincian konkret terkait nominal utang DBH yang akan dibayarkan kepada kabupaten/kota di Sulsel.
"Ada beberapa poin yang mengganjal di pikiran saya, terutama terkait pembayaran DBH. Di sini tidak tercantum angka atau nominal sama sekali. Hanya disebutkan pembayaran akan dilakukan setiap dua bulan atau tiga bulan. Kami dari Fraksi Demokrat butuh rincian,” tegas Fatma.
Baginya, jawaban yang diberikan hanya bersifat naratif.
Sebab, tidak menyertakan data teknis mengenai besaran DBH akan dibayarkan.
"Fraksi Demokrat butuh rincian seberapa besar (utang) DBH yang akan dibayarkan oleh pemerintah provinsi di setiap bulan, setiap 2 atau 3 bulan dan berapa di tahun 2025, 2026 sampai 2027," tegas Fatma.
Menurut Fatma, hal ini penting agar DPRD sebagai lembaga pengawasan bisa menjalankan fungsinya dengan maksimal.
Termasuk memastikan hak kabupaten/kota tersalurkan tepat waktu dan tepat jumlah.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi PKS, Yeni Rahman, secara terbuka menyampaikan kekecewaannya terhadap jawaban Pemprov Sulsel.
Pemprov Sulsel dianggap tidak menjawab substansi pertanyaan terkait defisit anggaran dan dana bagi hasil (DBH) pajak ke kabupaten/kota.
"Ini membuktikan bahwa memang Pemprov Sulsel tidak mampu menjawab kritikan kami,” tegas Yeni kepada Tribun-Timur, Rabu (9/7/2025).
Yeni Rahman pun blak-blakan menyoroti defisit APBD Sulsel 2024 yang tercatat sebesar Rp1,4 triliun.
Dengan kapasitas fiskal rendah, seharusnya batas defisit Pemprov Sulsel hanya sekitar Rp434 miliar.
"Tapi sekarang malah membengkak lebih dari tiga kali lipat. Ini akibat perencanaan belanja yang tidak realistis atau penundaan pembayaran utang. Dan itu tidak dijawab sama sekali Pemprov,” papar Yeni.
Selain defisit, Fraksi PKS juga mengangkat soal penahanan Dana Bagi Hasil (DBH) yang seharusnya menjadi hak pemerintah kabupaten/kota.
“Dana itu adalah hak daerah, bukan milik Pemprov Sulsel. Tapi kenapa ditahan? Bahkan digunakan untuk keperluan lain. Itu adalah pelanggaran, jelas pelanggaran!” ujar Yeni.
Ia menyebut, penggunaan kas daerah dari pos DBH untuk membiayai program provinsi melanggar etika fiskal dan prinsip transparansi.
Padahal dana tersebut secara hukum bersifat titipan, dan keterlambatan penyalurannya dapat mengganggu stabilitas keuangan kabupaten/kota di Sulsel.
“Pemprov Sulsel pakai untuk keperluan lain, itu kan enggak boleh. Itu adalah pelanggaran. Mereka menahan haknya kabupaten/kota. Harusnya uangnya itu tidak boleh pakai Pemprov Sulsel," tegasnya.
PKS mendesak agar Gubernur Sulsel Andi Sudirman segera menyusun strategi fiskal jangka pendek yang kredibel.
Terlebih menyampaikan penjadwalan pembayaran DBH secara terbuka kepada seluruh daerah penerima.
“Kami ingin tahu, berapa besar DBH yang belum dibayar ke setiap kabupaten/kota? Jangan hanya jawab, ‘akan dibayarkan’. Harus jelas, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Yeni.
Persoalan pengelolaan keuangan, utamanya utang belanja dan transfer daerah yang nilainya cukup besar, diakui Wakil Gubernur Fatmawati Rusdi sebagai tantangan fiskal daerah dalam beberapa tahun ke depan.
Pasalnya, Pemprov Sulsel akan mencicil utang tersebut hingga tahun 2027.
“Total utang daerah yang masih harus diselesaikan adalah Rp1,36 triliun. Kami komitmen menyelesaikannya secara bertahap hingga tahun 2027 agar tidak menjadi beban pembangunan,” ujar Fatmawati Rusdi dalam keterangannya usai Rapat di DPRD Sulsel pada Selasa (8/7/2025) malam.
Selain itu, Fatmawati juga menyoroti penataan aset daerah yang menjadi perhatian serius Pemprov Sulsel.
Banyak aset yang secara administratif tercatat, namun sulit dijangkau secara fisik karena berada di wilayah terpencil.
“Ada aset kita yang masih tercatat tapi secara fisik sulit dijangkau. Sertifikasi dan penataan aset ini akan terus kami lakukan demi kejelasan status dan nilai aset daerah,” jelasnya.
Dalam laporan realisasi keuangan tahun 2024, Pemprov Sulsel mencatatkan pendapatan daerah sebesar Rp9,9 triliun.
Persentasenya mencapai 98,33 persen dari target yang telah disesuaikan menjadi Rp10,16 triliun.
Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkontribusi sebesar Rp5,375 triliun atau 97,42 persen dari target.
Dari sisi belanja, realisasi anggaran mencapai Rp9,8 triliun atau 97,48 persen dari pagu sebesar Rp10,056 triliun.
Belanja pegawai mendominasi dengan nilai Rp3,79 triliun (99,54 persen).
Kemudian disusul belanja barang dan jasa sebesar Rp2,082 triliun (93,31 persen).
Realisasi penerimaan pembiayaan daerah tercatat Rp27,297 triliun.
Sedangkan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp133,877 miliar atau 99,91 persen.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) 2024 sebesar Rp84,83 miliar.
Fatmawati Rusdi menegaskan keberhasilan meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama empat tahun beruntun adalah wujud transparansi dan akuntabilitas.
Namun, ia mengajak seluruh pihak untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan.
“Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI selama empat tahun berturut-turut menjadi bukti bahwa tata kelola keuangan kita semakin baik. Namun, kami tidak berpuas diri karena masih banyak yang harus dibenahi,” ungkap Fatmawati.
Terkait RPJMD 2025–2029, Fatmawati menyebut dokumen perencanaan tersebut telah disusun berdasarkan regulasi.
Termasuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017.
“RPJMD menjadi dasar pengukuran kinerja pembangunan yang terarah, terukur, dan berkelanjutan. Dokumen ini disusun dengan mempertimbangkan isu strategis daerah dan selaras dengan RPJMN,” ujarnya. (*)
Bupati Barru Andi Ina Naik Kapal Laut dengan Agus Arifin Numang dan Danny Pomanto ke Semarang |
![]() |
---|
Cerita Annar Sampetoding Sudah Tahu Bakal Dituntut 8 Tahun Bahkan Sebelum Sidang Digelar, Kok Bisa? |
![]() |
---|
Wali Kota Munafri Pimpin Rakor TPA, DLH Jadi Lead Sektor |
![]() |
---|
Pegadaian Siap Dukung Program RPL FEB Unismuh Lewat Magang dan Literasi Keuangan |
![]() |
---|
Antisipasi Krisis Air Bersih: Sinergi Pemerintah dan Masyarakat Harga Mati |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.