Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Menteri Pertanian RI

Curhat Mentan Amran Jawab Kritik Anggota Komisi IV DPR: Berat Jadi Menteri

Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, sempat curhat saat menjawab kritik anggota Komisi IV DPR RI dalam rapat kerja pada Rabu (2/7/2025).

Editor: Muh Hasim Arfah
Kementan
CURHAT AMRAN SULAIMAN-Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman saat rapat kerja perdana bersama jajaran Kementan di Gedung Parlemen Jakarta tahun 2024 lalu. Amran Sulaiman, sempat curhat saat menjawab kritik anggota Komisi IV DPR RI dalam rapat kerja pada Rabu (2/7/2025). 

TRIBUN-TIMUR.COM- Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman sempat curhat saat menjawab kritik anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Guntur Sasono dalam rapat kerja pada Rabu (2/7/2025).

“Tidak ada yang positif, saya catat semua yang Bapak sampaikan. Boleh lah saya curhat sedikit,” ujar Mentan Amran Sulaiman.

Ia pun menyampaikan siap jadi tenaga ahlinya jika jadi menteri. 

“Berat itu jadi menteri. Saya doakan Bapak nanti jadi menteri berikutnya. Dan saya akan datang khusus, tak usah dibayar, saya mau jadi tenaga ahlinya Bapak,” lanjutnya.

Mafia Beras 

Pelaku mafia beras resmi diperiksa Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri, pada Rabu (2/7/2025). Proses hukum ini dilakukan usai Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melayangkan surat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. 

Pemeriksaan pelaku mafia beras disampaikan oleh Amran ketika rapat kerja (raker) bersama Komisi IV DPR RI, Rabu siang tadi. 

Ia memastikan pemeriksaan dilaksanakan secara maraton.

“Sekarang pemeriksaannya, tadi subuh kami telepon, kami cek, kami sudah terima datanya yang bersangkutan, sudah dilayangkan pemeriksaan maraton oleh Satgas Pangan, oleh Reskrim Mabes Polri,” ujar Amran. 

Ia mengaku tak hanya menyurati Kapolri saja, namun juga ke Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, untuk memeriksa para mafia beras. 

“Kami sudah menyurat langsung ke Pak Kapolri, kami telpon Pak Jaksa Agung, kami telepon, dan kami menyurat langsung. Ini tidak boleh dibiarkan, izin bu ketua, ini tidak boleh dibiarkan, ini kesewenang-wenangan,” paparnya. 

Sebanyak 80 persen beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di tingkat konsumen dikemas ulang menjadi beras premium. 

Hasil oplosan pun dijual dengan harga tinggi alias premium. Imbas praktik kecurangan tersebut, negara diperkirakan rugi sebesar Rp10 triliun. 

Sedangkan beban kerugian di tingkat konsumen diprediksi menyentuh Rp99 triliun. Sebelumnya tim investigasi yang terdiri dari Kementerian Pertanian (Kementan), Satgas Pangan Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), Badan Pangan Nasional (Bapanas), serta unsur pengawasan lain melakukan pemeriksaan langsung di sejumlah pasar di 10 provinsi. 

“Setelah SPHP, kita lihat, tanya langsung di tempat-tempat penyewa SPHP, yang dilakukan adalah, ini informasi dari mereka, 20 persen dipajang, 80 perse ini dibongkar, kemudian dijual premium (mahal),” beber Amran. 

Hitungan potensi kerugian negara mengacu pada selisih harga jual dengan subsidi harga pemerintah. 

Misalnya, harga subsidi Rp1.500, namun dinaikkan sebesar Rp2.000 - Rp3.000. Dari selisih tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp2 triliun per tahunnya. 

Jika dijumlahkan selama lima tahun berturut-turut, maka kerugian mencapai Rp10 triliun.

“Rp2.000 naik, Rp2.000 sampai Rp3.000. Negara subsidi Rp1.500, kemudian dia angkat naik lagi harga Rp2.000-Rp3.000, kita hitung kerugian negara, bukan kerugian masyarakat, di luar, itu Rp2 triliun, itu satu tahun,” lanjutnya. 

“Kalau ini terjadi 5 tahun, itu Rp10 triliun. Dan yang diambil adalah 1,4. Memang izin Bu, mungkin memang berat bagi kami. Tapi kami sudah siap tanggung risiko, segala risiko. Ini sudah lama kami bergelut dengan ini dan selalu sasaran tembaknya ke saya, waktu itu,” kata Amran.  

Lebih jauh, sejak beberapa bulan lalu Amran mensinyalir adanya anomali lantaran harga beras di sejumlah daerah mengalami kenaikan, melebihi harga eceran tertinggi (HET). Lonjakan itu janggal karena pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) melimpah di Perum Bulog. 

Usut punya usut, sebanyak 85,56 persen beras premium tidak memenuhi standar mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen memiliki berat yang tidak sesuai.

“Kemudian potensi kerugian, izin Ibu Ketua (Komisi IV DPR RI) kami sampaikan apa yang melatarbelakangi ini, potensi kerugian Rp99 triliun. Sebenarnya kami tidak ingin juga melakukan hal itu, bahwa mengecek, tetapi ada anomali terjadi dua bulan lalu, tiga bulan berturut-turut, harga di petani turun, tetapi harga di konsumen naik, stok banyak,” ungkap Amran.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved