Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemprov Sulsel Kucurkan Rp350 M Pengadaan Mobil, LTSHE dan UMKM saat Utang Menumpuk, Pengamat Protes

Bastian Lubis mengatakan, anggaran besar tersebut semestinya ditunda jika utang dana bagi hasil (DBH) ke kabupaten/kota belum diselesaikan.

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Ansar
Tribun-timur.com
ALOKASI ANGGARAN - Pengamat Keuangan Negara Universitas Patria Artha, Bastian Lubis. BAstian sebut selesaikan utang terlebih dahulu sebelum membuat program baru. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Pengamat Keuangan Negara Universitas Patria Artha, Bastian Lubis, soroti alokasi anggaran Rp350 miliar dikucurkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel)

Sebelumnya, Pemprov Sulsel akan kucurkan Rp350 miliar untuk pengadaan mobil cetak e-KTP, penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) dan pelatihan UMKM.

Bastian Lubis mengatakan, anggaran besar semestinya ditunda jika utang dana bagi hasil (DBH) ke kabupaten/kota belum diselesaikan.

“Sebenarnya bagus, tapi kalau utangnya belum selesai, ya diselesaikan dulu,” katanya saat dihubungi Tribun Timur, Selasa (1/7/2025).

Ia mengungkapkan, berdasarkan data terakhir, Pemprov Sulsel masih memiliki kewajiban DBH ke sejumlah daerah belum dibayarkan. 

Padahal dana itu telah dianggarkan oleh masing-masing daerah dalam APBD.

“Itu lebih penting untuk dibayarkan dulu ke kabupaten/kota, karena mereka sudah susun APBD dengan asumsi dana itu masuk. Kalau tak dibayarkan, mereka yang keteteran,” ujarnya.

Bastian juga menyinggung soal disiplin anggaran Pemprov Sulsel, masih lemah. 

Ia menyebut salah satu penyebab munculnya utang besar daerah karena banyak program dikerjakan tanpa perencanaan yang sah.

“Itu melanggar UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 34. Kegiatan yang tidak tersedia anggarannya dan tetap dipaksakan untuk dibayar, itu ada potensi pidananya,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Bastian menyoroti peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilainya minim dalam pencegahan potensi korupsi. 

Menurut dia, BPK seharusnya lebih aktif mengkritisi dan tidak hanya memberikan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dengan catatan.

“WTP itu seharusnya berarti tidak ada lagi temuan korupsi. Tapi kenyataannya banyak daerah yang tetap dinyatakan WTP, padahal kepala daerahnya belakangan divonis bersalah. Ini jadi pertanyaan besar,” kata dia.

Bastian juga mengingatkan bahwa Pemprov tidak memiliki rakyat maupun wilayah langsung. 

Oleh karena itu, program-program seperti pelatihan UMKM dan pengadaan infrastruktur sebaiknya diarahkan dalam bentuk bantuan keuangan ke kabupaten/kota, bukan dilaksanakan sendiri.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved