Pedagang di Toko Online Bakal Kena Pajak, Bagaimana Dampaknya?
Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini.
Penulis: Rudi Salam | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah akan menerapkan kebijakan yang mewajibkan marketplace memungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk setiap transaksi penjualan barang oleh merchant atau toko online.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Rosmauli mengatakan, rencana ketentuan ini bukanlah pengenaan pajak baru.
Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
“Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online,” katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun-Timur.com, Selasa (1/7/2025).
Kebijakan ini dinilai justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.
Lebih lanjut, Rosmauli mengatakan, UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak.
Baca juga: Warga Sulsel Doyan Belanja Online, BI: Transaksi E-Commerce 2024 Capai Rp10,29 Triliun
Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku.
Pihaknya juga menilai, tujuan utama ketentuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan.
Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.
Lebih dari itu, ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah shadow economy.
Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy.
Khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit.
Sebab, dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata.
Kendati demikian, peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah.
“Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik,” tambah Rosmauli.
Survei IPSOS 2025: Kinerja E-Commerce Terhadap Perkembangan Berkelanjutan UMKM dan Brand Lokal |
![]() |
---|
JKT48 Kolaborasi Bareng Shopee! MV Baru "Lebih Hemat, Lebih Cepat" Banjir Komentar Positif |
![]() |
---|
Sat Set, Belanja di Blibli Pengiriman Cepat Pasti Tepat Waktu |
![]() |
---|
Jusrawati dan Kisah Bahagianya Bersama JNE di Gowa |
![]() |
---|
Toko Online Bakal Dikenakan Pajak, Ini Kriterianya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.