Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Museum Sepi

Museum Mulai Ditinggalkan, Jumlah Pengunjung Turun Setiap Tahun

Kepala Bidang Kekayaan Budaya Dinas Kebudayaan Makassar, Ludfi Amri, menyebut bahwa meski secara umum ada peningkatan dari tahun ke tahun.

Penulis: Siti Aminah | Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
MUSEUM MULAI SEPI- Pengunjung memperhatikan pakaian adat Sulawesi Selatan di Museum Makassar, Jl Balaikota Makassar, Sulsel, tahun 2018 lalu. Kini, keberadaan museum mulai ditinggalkan oleh anak-anak muda, khususnya mereka yang berasal dari generasi Alpha atau Gen-Alpa—kelompok individu yang lahir antara tahun 2010 hingga 2024. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Langit Makassar siang itu cerah, tetapi suasana di kompleks Benteng Somba Opu, tepatnya di Museum Karaeng Pattingalloang, terasa lengang.

Tak ada suara langkah kaki rombongan pelajar, tak ada keceriaan wisatawan yang biasa mengagumi peninggalan sejarah.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu tempat. 

Museum-museum lain seperti Benteng Rotterdam juga menunjukkan suasana serupa.

Padahal, museum-museum itu menyimpan berbagai benda bersejarah dan karya seni bernilai tinggi.

Namun kini, keberadaan museum mulai ditinggalkan oleh anak-anak muda, khususnya mereka yang berasal dari generasi Alpha atau Gen-Alpa—kelompok individu yang lahir antara tahun 2010 hingga 2024.

Generasi ini tumbuh di era digital dengan akses informasi yang mudah melalui gawai.

Mereka tak perlu lagi datang ke ruang-ruang berdebu untuk membaca sejarah; cukup dengan mengetik kata kunci di layar ponsel, semua informasi tersedia.

Berdasarkan data dari Kemendikdasmen, terdapat 442 museum yang tersebar di seluruh Indonesia. Di Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat 17 museum yang tersebar di 11 kabupaten/kota.

Kepala Bidang Kekayaan Budaya Dinas Kebudayaan Makassar, Ludfi Amri, menyebut bahwa meski secara umum ada peningkatan dari tahun ke tahun, namun data mencatat penurunan tajam dari 2023 ke 2024.

“Tahun 2023 ada 82.326 pengunjung, sedangkan tahun 2024 hanya 59.303 orang,” jelasnya.

Artinya, ada penurunan sekitar 23 ribu pengunjung dalam setahun.

Namun pada triwulan pertama 2025 (Januari-Maret), tercatat 9.111 pengunjung telah datang. 

Dari pantauan tribun-timur.com, di sejumlah museum seperti Benteng Rotterdam dan Benteng Somba Opu, suasana sepi begitu terasa.

Salah satu yang tampak mencolok adalah Museum Karaeng Pattingalloang yang berada di Jl. Abd Kadir, Benteng Somba Opu, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa.

Salah satu mahasiswi STIK Makassar, Sopia (19), secara jujur mengaku bahwa dirinya belum pernah sekalipun berkunjung ke museum.

"Tertarik untuk foto-foto sebenarnya, seperti lihat peninggalan sejarah gitu, tapi saya belum pernah ke museum. Mungkin setelah ini ada rencana," ucap Sopia saat ditemui Rabu (18/6/2025) sore.

Menurutnya, informasi sejarah kini lebih mudah diperoleh melalui internet dan gawai.

"Mungkin karena sudah ada HP, tapi kalau saya pribadi karena mungkin mager yah," ujarnya.

Sementara itu, Rebecca (15), siswi SMP Budi Kasih Makassar, memiliki pengalaman berbeda. Ia mengaku pernah ke museum, salah satunya ke Benteng Rotterdam.

Namun, ia juga mengakui belum pernah mengunjungi museum di waktu akhir pekan.

"Kalau rencana untuk ke museum tidak ada, alasannya karena tidak ada yang menemani," ucapnya.

Meski demikian, Rebecca tetap menilai bahwa berkunjung ke museum bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan.

"Tapi kalau ke museum, sepertinya asik, dapat pelajaran baru langsung," tuturnya.

Langit mendung mengayomi kawasan Jl. Balaikota, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang, Jumat siang (13/6/2025). Tak banyak aktivitas di sana. Sebuah bangunan megah 

berlantai dua berdiri tenang, membungkam ribuan cerita sejarah yang tersimpan di dalamnya. Itulah Museum Kota Makassar—penjaga waktu yang kini lebih sering berbicara pada dirinya sendiri.

Pukul 13.30 Wita, selepas salat Jumat, Tribun berkunjung ke museum tersebut. Namun tak satu pun langkah pengunjung terdengar melintasi lorong-lorong pameran. Sepi. Hening.

Hanya deru pendingin udara dan suara petugas di kejauhan yang menemani suasana.

Padahal di balik dinding bangunan tua itu, tersimpan warisan sejarah yang luar biasa.

Etalase-etalase kaca memamerkan koleksi benda kuno yang sarat makna: bata runtuhan Benteng Somba Opu, komoditi dagang abad ke-16, keramik perdagangan abad ke-16 hingga 17, meriam dan peluru beragam ukuran, mata uang logam dan kertas, serta patung dan foto tokoh pejuang Sulawesi Selatan.

Ruang Kaya Edukasi Tanpa Interaksi
Setiap ruangan menawarkan napas masa lalu.

Ada foto makam raja-raja, genteng kolonial, alat musik, hingga baju adat khas Sulsel.

Bahkan, naskah asli perjanjian Bungaya, dokumen penting dalam sejarah hubungan Makassar dengan Belanda, masih tersimpan rapi di tempat ini.

Namun, kemegahan artefak itu hanya disambut oleh keheningan.

Tak ada suara siswa berdiskusi, tak ada orang tua yang menunjuk koleksi sambil bercerita pada anaknya. 

Yang ada hanya artefak eksotis yang berdiri diam, menunggu perhatian dari generasi yang entah kapan datang.

Museum Kota Makassar terdiri dari bangunan utama di bagian depan dan gedung pendukung di belakang.

Bangunan utama adalah ruang publik berisi koleksi sejarah, sementara gedung belakang menjadi kantor para pegawai Dinas Kebudayaan.

Ironisnya, aktivitas paling hidup justru terjadi di ruang kantor, bukan di galeri sejarah.

Hanya tiga hingga lima petugas tampak berjaga di ruang depan, menyambut siapa saja yang mungkin datang—meski hari itu, tak satu pun pengunjung hadir untuk disambut.

Kepala Bidang Kekayaan Budaya Dinas Kebudayaan Makassar, Ludfi Amri, menyampaikan bentuk terobosan, Dinas Kebudayaan meluncurkan sejumlah inovasi, salah satunya menghadirkan bioskop mini di dalam museum.

Film dokumenter seperti Marege: Awaiting Macassan, yang mengisahkan hubungan historis masyarakat Makassar dengan suku Aborigin Australia, diputar untuk menarik minat pengunjung.

“Kunjungan sangat meningkat pesat, apalagi setelah museum direnovasi dan menghadirkan banyak inovasi,” ujarnya.

Pengunjung museum, menurut Ludfi, masih didominasi oleh anak sekolah, utamanya siswa SD dan SMP. Ini karena adanya kerja sama antara Dinas Kebudayaan dan Dinas Pendidikan untuk mengadakan outing class di museum.

“Anak sekolah bergantian masuk untuk mengenali sejarah-sejarah yang berhubungan dengan Makassar,” kata Ludfi.

Museum Kota Makassar juga mendapat perhatian dari turis asing. Bahkan Konsulat Jenderal Australia rutin menggelar pameran kebudayaan di sini.

Namun tak sedikit warga yang menganggap branding museum masih lemah. Seperti yang diungkapkan Mawar, warga Kota Makassar, yang mengaku kagum dengan isi museum tetapi menyayangkan kurangnya promosi dan penyajian yang menarik.

“Museum Kota Makassar itu menyimpan cerita kebudayaan lokal dan nusantara. Koleksinya sangat berharga dan bersejarah. Tapi branding-nya masih lemah. Harus didorong agar daya tariknya meluas,” katanya.

Baginya, museum bukan sekadar ruang diam, tetapi medan eksplorasi sejarah yang bisa dikemas lebih modern tanpa menghilangkan nilai autentik.

Multi Manfaat 

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Makassar Andi Pattiware menyampaikan alasan mengapa masyarakat harus ke museum. 

Katanya, museum menawarkan kesempatan untuk mempelajari sejarah dan budaya melalui koleksi-koleksi yang dipamerkan. 

“Mengunjungi museum itu mempunyai beberapa manfaat, selain akan mengenal kejadian lampau kita juga bisa mengetahui banyak benda bersejerah," ucapnya. 

Mengunjungi museum mempunyai multi manfaat, baik dari segi pendidikan, penelitian, pengalaman budaya, seni hingga menjadi destinasi wisata bersejarah.

Museum dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman akan budaya, bahkan menjadi sumber inspirasi bagi seniman, penulis, dan kreator lainnya dengan suguhan artefak yang unik dan menarik.

Museum adalah tempatnya pelestarian budaya, tempat memamerkan warisan budaya sehingga generasi penerus bisa mengenal dan menghargai warisan budaya.

"Banyak pengalaman berharga yang ditemui saat ke museum, hal-hal yang tidak pernah disaksikan di masa sekarang bisa dilihat di museum, jejak-jejak peninggalan terdahulu terawat dengan baik," katanya. (muhammad alqadri/siti aminah) 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved