Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Yahya Waloni Wafat

Jadi Saksi Detik-detik Wafatnya Ustad Yahya Waloni, Profesor UIN Alauddin: Kematiannya Bikin Iri

Prof Dr H Syahruddin Usman MPd melihat langsung detik-detik meninggalnya Ustad Yahya Waloni saat khutbah Jumat.

|
Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM / THAMZIL THAHIR
PENGURUS MASJID DARUL FALAH - Prof Dr H Syahruddin Usman MPd, Ketua Umum Pengurus Masjid Darul Falah, Minasa Upa, Makassar. 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM -- Setidaknya 250-an jamaah shalat Jumat jadi saksi detik-detik meninggalnya ustad Dr HM Yahya "Yopie" Wolani STh, MTh (55) di mimbar khatib Masjid Darul Falah, Blok M Minasa Upa, Rappocini, Kota Makassar, Sulsel, Jumat (6/6/2025) siang.

Tribun sempat meminta informasi konfirmasi dari dua sosok saksi mata sekaligus takmir masjid.

Seperti puluhan jamaah sekaligus saksi mata, insiden itu. Keduanya yakin, Sang Dai meninggal dalam status "husnul khatimah", akhir kehidupan dunia yang baik dan indah secara spiritual.

Sosok Pertama adalah Prof Dr H Syahruddin Usman MPd (67), Ketua Umum Pengurus Masjid Darul Falah.

Saksi kedua adalah Anto Endekang (68); muadzzin, sekaligus humas masjid.

Baca juga: Kronologi Wafatnya Ustad Yahya Waloni di Khutbah II Jumat di Makassar

"Insyallah, momen kematian almarhum adalah defenisi sejati dari husnul khatimah. Kematiannya bikin iri, jamaah," ujar Professor Syahruddin.

Alasan khusnul khatimah, lanjut guru besar UIN Alauddin ini, kerena waktu, locus, dan konteks amaliyah sebelum momen wafat.

"Momennya hari Jumat. Lokusnya di mimbar khatib, konteks amaliahnya, khutbah tentang indahnya ketaatan, ketauhidan dan pengorbanan sejati Nabi Ibrahim dan putranya Ismail kepada Allah," ujar Guru Besar Dirasah Islamiyah PPs UIN Alauddin ini.

Sebelum kejadian, Prof Syahruddin menyimak khutbah Ustad Yahya dari lantai 2 masjid. 

"Suaranya lantang, bergairah, mudah dimengerti dan khutbahnya sangat sistematis." ujar Syahruddin.

Menurutnya, Inilah kali kedua Ustad Yahya jadi khatib di masjid binaannya.

Tahun lalu, mantan Rektor Sekolah Theologia Eben Heizer Sorong, Papua Barat Daya, ini juga jadi khatib.

"Info dari panitia, Ustad Yahya, minta agar diberi kesempatan jadi khatib Jumat, karena kebetulan lagi safari dakwah di Makassar," ujarnya.

Pagi harinya, Ustad Yahya jadi khatib shalat Idul Adha di sebuah masjid komunitas di Jl Rajawali, samping kompleks Zipur TNI.
Lima hari lalu, Minggu (1 Juni 2025), 

ustad Yahya ceramah subuh di Masjid Darul Muttaqin BTN Minasa Upa, sekitar 600 meter dari Masjid Darul Falah.

Tema ceramah subuhnya, sama dengan khutbah Jumat dan shalat Ied; Mengokohkan Iman Tauhid dan Meneguhkan Ukhuwah Islamiyah."

Selama di Makassar, ustad Yahya didampingi istrinya, Mutmainnah (43).

Mereka menginap di Hotel Prima, Jl Dr SAM Ratulangi, sekitar 9,3 km dari Minasa Upa.

Disela rangkaian safari dakwahnya, Ustad Yahya, juga menjajakan sejumlah buku theologi perbandingan agama karya.

"Bukunya dia jual, untuk membiayai dakwah dan pembangunan masjid di kampung halamannya," ujar Anto Endekang.

Anto yang juga muadzin masjid, adalah orang terakhir yang diajak bicara Ustad Yahya, sebelum naik ke mimbar khatib pukul 12.01 Wita.

Ini sekitar 17 menit sebelum duka mengejutkan itu terjadi.

"Saya duduk berdampingan dan siapkan sajadah dan air minumnya," ujar Anto.

Lima menit sebelumnya, Anto juga dapat amanah dari Wakil Ketua I Takmir Masjid untuk memberikan "amplop" ceramah sebelum khutbah.

"Saya diminta yang berikan langsung, sebab ada kekhawatiran panitia Ustad Yahya ini idealis, tak mau terima amplop." 

Anto mengaku kaget. Namun dia tak kehabisan akal.

"Saya cerita dulu, soal hidayah dia jadi muallaf, dari pendeta langsung jadi dai terkenal.  

Lalu, saat ustad sudah senyum, saya langsung masukkan amplop ke kantong depan bajunya."

Anto bahkan masih sempat berfoto dengan sang ustad.

"Tangannya mengepal dan selalu senyum hangat,"

Tiga hari sebelumnya, di Masjid Darul Muttaqin, mereka juga berfoto bersama.

Dia berkisah, sebelum naik ke mimbar khatib, Ustad Yahya masih bercengkerama dengannya. 

"Saya bilang, video ceramahnya di YouTube selalu saya ikuti. Ustad hanya tersenyum.,"

Dia membandingkan, isi ceramah dan khutbah sang ustad di Makassar, di bulan Haji ini, jauh berbeda dengan ceramah video-video lawas lima tahun lalu.

"Lebih sejuk, dan tidak lagi banyak membanding-bandingkan. Isinya hanya ketauhidan,"

Anto juga mengaku iri dengan momentum kematian sang ustad.

"Yang saya tahu, dalilnya orang yang meninggal di hari Jumat itu masuk sorga. Dan ustad Yahya ini, meninggal saat jadi khatib Jumat, di hari Idul Adha, dan masih sempat membaca takbir Labaran, sebelum jatuh memegang dadanya," ujar Anto.

Profil Yahya Waloni

Yahya Waloni lahir dengan nama Yahya Yopie Waloni.

Dia dilahirkan di kota Manado 30 November 1970.

Keluarganya berdarah Minahasa yang taat pada agama Kristen.

Ustad Yahya Waloni diketahui pernah terdaftar sebagai pemuka agama pada Badan Pengelola Am Sinode GKI di Tanah Papua, Wilayah VI Sorong-Kaimana.

Ustaz Yahya Waloni mendapat julukan sebagai Ustad Pansos (Panjat Sosial) dari aktivis medsos Denny Siregar.

Dia diketahui pernah menjabat sebagai Ketua atau Rektor Sekolah Tinggi Theologia (STT) Calvinis Ebenhaezer di Sorong tahun 1997-2004.

Dia pernah menetap di Sorong sejak tahun 1997 - 2004.

Ia juga pernah menjadi dosen di Universitas Balikpapan (Uniba) sampai tahun 2006.

Pada 2006, Ustad Yahya Waloni pindah ke Kota Cengkeh, Tolitoli.

Di Tolitoli, dia mendapatkan bimbingan ikrar syahadat dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Yahya Waloni pernah ditangkap kasus ujaran kebencian yang didasarkan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).

Ia ditangkap di rumahnya di Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (26/8/2021).

Ceramah Ustaz Yahya dipersoalkan usai menyebut injil sebagai fiktif alias palsu.

Hal ini dianggap sebagai tindakan ujaran kebencian berdasarkan SARA.

Ustaz Yahya Waloni dianggap melanggar Undang-undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Selain itu, dia diduga melanggar Pasal 45A jo Pasal 28 ayat (1) dan atau Pasal 156a KUHP.

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved