117 Tahun Harkitnas: Digitalisasi Jalan, Tapi Pengantar RT Tak Tergantikan
Ironisnya meskipun sistem tersebut sangat terorganisir dan termanajemen di atas kertas, dokumennya masih acapkalai tertahan hanya karena pejabat lokal
Anshar Aminullah
Wakil Ketua Dewan Pakar MPW Pemuda Pancasila Sulsel
KONON dahulu kala, ketika Dinasti Qin masih berkuasa sekitar 221 SM, Kaisar Qin Shi Huang menerapkan sebuah sistem administrasi yang cukup ketat.
Yakni setiap warga yang ingin beraktivitas berbentuk dagang ataukah hendak berpindah domisli, mereka diwajibkan memiliki tanda cap resmi dari pejabat lokal yang menyatakan sekaligus melegalisir identitas dan apa tujuan penggunaannya.
Dan jika seseorang berani membuka usaha tanpa memiliki dokumen tersebut, mereka berpotensi besar dicap sebagai pembangkang negara, dan akan dihukum kerja paksa di Tembok Besar atau bahkan sampai kehilangan nyawa.
Ironisnya, meskipun sistem tersebut sangat terorganisir dan termanajemen di atas kertas, dokumennya masih acapkalai tertahan hanya karena pejabat lokal sedang pergi berburu atau lagi asyik mabuk arak.
Hingga saat ini, di negeri tempat Boedi Oetomo ini lahir, tatkala negara sedang mengadobsi semangat 5.0 dan bervisi dalam waktu dekat serba Artifisial Intelengensia di segala sektor, syarat berkas ala-ala dinasti Qin masih sedikit terasa.
Syarat fotocopi KTP 3 lembar dan Pengantar RT masih susah hilang dalam kolom centang syarat administratif.
Mendapatkannya pun kadang sulit diperoleh dengan cepat, dikarenakan pemilik tanda tangan masih asyik diskusi di warkop tentang kekalahan Real Madrid versus Barcelona, dan kemungkinan PSM Makassar kembali menggunakan jasa Rano daeng Ngalle memantra-mantrai tiang gawang lawan.
Pelayanan Berbasis Tampilan
Dalam kondisi-kondisi kapitalisme kontemporer dan Sosialis yang masih terasa di beberapa lini, kekuatan ekonomi bangsa kita kadang masih dimaknai berdasarkan kendali kekuasaan korporasi dan kekuasaan negara, serta dimaknai berdasarkan sistem administrasi dan birokrasi.
Meskipun sudah tidak terlihat sebagai masyarakat kelas dalam dinamika umum kehidupan sosial kemasyarakatan kita, namun perlakuan berdasarkan kelas acapkali masih terasa.
Saat warga dengan tampilan standar, anggaplan setelan bawah dimulai dari sendal merk Swallow, celana pendek sampai lutut dengan dua buah bekas tambalan akibat sobek di kainnya, dan kaos bergambar caleg yang dia dapatkan secara gratis, hendak memasuki sebuah ruangan pelayanan publik.
Kita sudah bisa menebak kemungkinan perlakuan di tempat yang sama dengan seseorang yang setelan bawahnya di mulai dari Kickers, celana Jeans Levis Original, kaos LV dan gantungan kunci Pajero Sport menindih sebuah Iphone 16 pro max yang ditaruh diatas meja. Proses interaksi antara yang melayani dan dilayani sedikit banyaknya akan didapati perbedaan dalam aktualisasinya.
Kita tak bisa menyalahkan sepenuhnya keadaan ini, sebab kebanyakan interaksi yang terjadi di dalam struktur pelayanan administrasi diberbagai instansi kita, sepertinya dipertahankan secara tidak sengaja oleh pola interaksi-interaksi intern di masa sebelumnya.
Sehingga masih terlihat lumrah, saat tampilan masih menjadi faktor penentu kecepatan pelayanan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.