Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Haji 2025

Arti Penting Arba'in dan Adaptasi Regulasi dalam Ibadah Haji di Madinah

Salah satu keluhan jemaah adalah keterbatasan akses informasi terkait jadwal keberangkatan kloter ke Makkah.

|
Penulis: Mansur AM | Editor: Hasriyani Latif
Media Centre Haji
PASIEN LANSIA - Konsultan Haji Prof Aswadi Syuhada berbicara dengan pasien lansia di KKHI Madinah, Selasa (13/5/2025), Tim Bimbingan Ibadah menyiapkan skema pemindahan calon jemaah haji yang sakit dengan ambulance dengan tetap terlebih dahulu mengambil miqat di Bir Ali. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MADINAH – Konsultan Ibadah Haji Kementerian Agama RI, Prof Aswadi Syuhada menyampaikan pesan spiritual untuk jemaah haji Indonesia. Pesan ini terutama ditujukan bagi jemaah yang masih berada di Madinah dan menantikan keberangkatan ke Makkah.

Salah satu keluhan jemaah adalah keterbatasan akses informasi terkait jadwal keberangkatan kloter ke Makkah.

Informasi resmi sering baru diterima satu atau dua hari sebelumnya. 

Hal ini memicu kegelisahan, terutama bagi jemaah yang ingin menyempurnakan ibadah Shalat Arba'in.

Prof Aswadi mengajak jemaah untuk memaknai Arba'in secara lebih luas.

“Selama di Madinah, selain shalat fardlu, ada pula amalan seperti shalat jenazah yang bernilai pahala besar. Bila diakumulasikan, in sya Allah fadlilahnya bisa mencapai seribu kali lipat dan menjadi khufrotan minan nar (penjagaan dari api neraka),” ungkapnya, Selasa (13/5/2025).

Beliau menegaskan bahwa Arba'in tidak semata-mata terikat pada 40 kali shalat fardlu berjamaah di Masjid Nabawi.

Baca juga: 88.342 Jamaah Haji Tiba di Madinah, 24.109 Jamaah Masuk Mekkah, 11 Meninggal

Arba'in juga mencakup berbagai amalan ibadah lain yang bernilai spiritual tinggi.

Terkait perubahan regulasi Pemerintah Arab Saudi, Prof Aswadi menekankan pentingnya sikap optimis dan kesiapan beradaptasi.

“Hidup itu selalu berubah, yang pasti hanya kematian. Dalam Al-Qur’an, kata akhya (hidup) itu mu’rab (bisa berubah), sedangkan maut (mati) itu mabni (tetap),” jelasnya.

Beliau mencontohkan bagaimana sistem kloter yang rapi di Indonesia, sesampainya di Arab Saudi, berubah mengikuti mekanisme syarikah.

Hal ini menurutnya menuntut jemaah untuk mengubah pola pikir dari bergantung pada sistem lama menjadi siap menghadapi mekanisme baru demi layanan yang lebih baik.

Prof Aswadi juga menyoroti pentingnya kemandirian jemaah dalam menjalankan manasik.

Peran Kepala Regu, Kepala Rombongan, serta KBIHU sangat vital dalam membimbing jemaah menghadapi dinamika di lapangan.

“Kesiapan jemaah dalam melaksanakan manasik secara mandiri akan menjadikan mereka lebih adaptif terhadap perubahan. Dan ini menjadi indikator bahwa KBIHU yang mendampingi adalah profesional,” tuturnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved