Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Budaya Tanding, Anak Muda dan Paparan Velocity

Ketika sedang membaca kita akan merasa tak ada intervensi dari luar selain diri kita sendiri yang fokus dan asik dalam pikiran dan perasaan kita.

Editor: Sudirman
Andi Yahyatullah Muzakkir
OPINI - Andi Yahyatullah Muzakkir Founder Anak Makassar Voice dan Mimbar Sastra Makassar 

Oleh: Andi Yahyatullah Muzakkir

Founder Anak Makassar Voice dan Mimbar Sastra Makassar

TRIBUN-TIMUR.COM - Membaca selalu saja menjadi ruang meditasi yang mewah dan amat berharga bagi kita semua.

 Dalam membaca kita akan menemukan diri yang bebas penuh penghayatan.

Ketika sedang membaca kita akan merasa tak ada intervensi dari luar selain diri kita sendiri yang fokus dan asik dalam pikiran dan perasaan kita.

Bagi saya, membaca juga membuat kita makin mengenali diri dan mengenal lingkungan kita.

Membaca selalu menjadi aktivitas paling unik hari ini dan sudah semestinya menjadi live style kita. 

Sebab, selain memperoleh pengetahuan dan perluasan wawasan, membaca juga akan menuntun kita pada pengembangan diri dalam fase-fase proses dan pertumbuhan kita.

Generasi muda hari ini menjadi bagian penting dalam hal pengembangan diri.

Olehnya itu dalam proses pengembangan, bahan bacaan dan kebiasaan membaca mesti menjadi salah satu bagian pembentuk diri diantara alternatif yang ada seperti peroleh banyak pengalaman, tekun belajar, diskusi hingga akhirnya menulis.

Akan tetapi, hari ini membaca peroleh banyak tantangan dan hambatan. Salah satunya kepesatan media sosial menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda hari ini.

Dalam beberapa percakapan, sering saya mendengar kebanyakan generasi muda mengisi waktu sehari-harinya lebih banyak menggunakan gadget, mengakses dan membuka platform media sosial, seperti Instagram, Facebook, X, Whatsapp hingga Tiktok ketimbang membaca.

Ini disebabkan bahwa dunia maya lebih menarik hati dan banyak menawarkan kesenangan.

Sistem algoritma, konten yang sedang trend, hingga FYP menjadi standar terbaru dalam mengakses media sosial.

Simbol ini kemudian menjadi sangat penting dan akhirnya semua kalangan menjadi ikut-ikutan, doyan dan ikut terseret arus joget-joget Tiktok, ini tak keliru sebab memang zamannya. Tergantung bagaimana kita meresponnya. 

Santer kita dengar yang baru-baru ini viral seperti trend Velocity di Tiktok dan lagu-lagu trending topik lainnya diikuti mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dan lansia dari semua bidang kerjaan hingga pada akhirnya juga keterlibatan tokoh politik/tokoh publik.

Standar ini seakan menjadi arus utama agar tidak ketinggalan zaman lalu kemudian mengesampingkan arus pengembangan diri yang penting seperti membaca, berdiskusi dan tulis-menulis.

Dalam artian lain dari semua kalangan khususnya generasi muda lebih memilih mengakses platform media sosial, agar tak ketinggalan trend yang ada, ikut menghafal lirik hingga ikut berjoget-joget ketimbang membaca Hatta dan Tan Malaka.

Pertanyaan subtansi, apakah dalam perjalanan ini, paparan media sosial dan standar platform media sosial seperti mengikuti standar algoritma hingga FYP adalah kehidupan yang tepat untuk kita jalani sebagai generasi muda dalam hal pengembangan diri?

Sudah menjadi keniscayaan pada fenomena media sosial hari ini, sehingga kita mesti memiliki harapan-harapan baru akan perubahan dan pandangan-pandangan positif.

Bahwa di tengah kepesatan teknologi, konten yang sedang trend, dan sistem algoritma-FYP yang menjadi arus utama memapar semua kalangan khususnya generasi muda, budaya tanding adalah suatu alternatif dan keniscayaan.

Seperti kita ketahui, budaya tanding adalah sebuah gerakan sosial yang menentang nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku secara umum di tengah masyarakat.

Gerakan ini untuk merespon situasi sosial yang ada dan bertujuan untuk menciptakan perubahan sosial dan budaya. 

Sebagai contoh, Andy Warhol, seniman pop art yang menjadi ikon budaya tanding tahun 1960an mengekspresikan kebebasan berekspresi dan ketak percayaan terhadap yang berkuasa.

Dapat diartikan konsep budaya tanding adalah sebuah antitesa dari arus umum yang memperdaya, dangkal, minim nilai dan tidak subtansi.

Ini dapat menjadi gerakan alternatif dari trend di platform media sosial hari ini yang sangat memabukkan, melumpuhkan nalar termasuk abai pada kedalaman ilmu pengetahuan.

Sebab, benar di sana kita menemukan jutaan kesenangan, ribuan kenikmatan tak henti-henti.

Kalau arus utama hari ini standarnya pada platform media sosial seperti mengikuti trend, konten-konten FYP lalu orang-orang ikut berbondong-bondong pada arus ini maka mesti ada arus lain yang tetap mengedepankan kedalaman ilmu, subtansi, nilai dan pengembangan diri.

Jalan membaca, berdiskusi, berolah nalar dan menulis teramat mudah untuk ditempuh bahkan bisa diakses secara gratis.

Sejarah para pendiri bangsa ini telah menjadi cermin perjalanan dan proses panjang menjadi seseorang yang berarti dan berdampak.

Mereka meraihnya dengan proses panjang dan tempaan yang hebat. Tentu salah satu kebiasaan penting yang mereka tanamkan adalah keuletan dalam “membaca.”

Tokoh-tokoh besarnya antara lain Soekarno, Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka dan beberapa tokoh nasional yang mengkonsep dasar negara seperti yang kita rasakan hingga hari ini.

Kebiasaan membaca yang mereka jalani membentuk cara pandang, pengalaman, pemikiran, perasaan hingga menjadi seorang pemikir dan penggagas kebangsaan.

Hari ini makin menyusut dan lebur oleh tantangan platform media sosial yang memperdaya dan memabukkan.

Pertanyaannya, apakah kita bagian yang mengukuhkan arus utama yang memperdaya ini atau mencoba keluar dan mencipta arus sendiri yang lebih subtansi, bermakna, sarat nilai dan berdampak pada orang banyak khususnya pengembangan diri kita.

Semua itu, tergantung kita.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved